Jakarta. 31 Mei 2021. Pandemi membuat kita ragu untuk pergi ke salon kecantikan, meski banyak yang sudah beroperasi dengan protokol kesehatan yang ketat. Namun, karena punya lebih banyak waktu luang saat #dirumahaja, orang jadi rajin belanja produk perawatan tubuh dan rambut melalui online dan melakukan perawatan sendiri di rumah.
Skincare enthusiast, Danang Wisnu, mengungkapkan, meski lebih sering berada di rumah, merawat kulit memang tetap perlu dilakukan. “Paling tidak, jangan skip perawatan yang basic, yaitu membersihkan, melembabkan, dan melindungi. Sekalipun berada di rumah, kulit kita tetap bisa terpapar debu dan sinar matahari, dan bisa menjadi kering, apalagi terus-menerus berada di ruangan berpendingin udara,” kata Danang.
Produk kecantikan dan perawatan kulit yang sedang digemari oleh konsumen di sejumlah negara Asia adalah produk yang mengandung bahan alami dan diproduksi secara sustainable atau berkelanjutan. Berdasarkan temuan Lingkar Temu Kabupaten Lestari, pada 2020 di Cina permintaan akan produk perawatan kulit berbahan alami atau produk organik terbilang tinggi dan konsumen di Korea Selatan memilih produk berkelanjutan, tidak membahayakan, dan tidak membunuh hewan dalam proses pembuatannya. Sementara itu, konsumen Jepang lebih memilih produk berkualitas tinggi dan berteknologi canggih. Kesadaran mereka akan kesehatan dan keberlanjutan meningkatkan pertumbuhan produk kecantikan alami dan organik.
Nelson Pomalingo, Bupati Gorontalo sekaligus Ketua Program Pengembangan Bisnis Lestari, Lingkar Temu Kabupaten Lestari, menguraikan, karena berbasis potensi alam, berarti lingkungan yang menghasilkan itu harus dijaga, kualitas tanah dan air harus optimal. “Jika tidak, kualitas produk akan menurun. Kini sustainability yang terkait lingkungan telah menjadi indikator pasar secara global. Kalau tidak menjadi perhatian kita, bisa saja produk kita bagus tapi tidak diminati oleh pasar.” Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) adalah asosiasi pemerintah kabupaten yang bertujuan mewujudkan target nasional untuk pembangunan berkelanjutan, salah satunya lewat pengembangan produk lokal yang ramah lingkungan dan ramah sosial.
Bicara soal produk ramah lingkungan, produk lokal sudah pasti lebih ramah lingkungan daripada produk impor, karena jalur distribusinya pendek, tidak menghasilkan terlalu banyak emisi karbon yang berpotensi menyebabkan krisis iklim. Demi mendukung program pemerintah untuk bangga produk Indonesia, bagaimana jika mulai sekarang kita juga membeli produk skincare lokal? Sudah terbukti, skincare lokal bikin happy dan pasti glowing. Ini 4 alasan di baliknya:
Dari pengamatan dan pengalaman Danang, produk skincare didesain sesuai karakter negara produsennya. Misalnya, produk skincare dari Eropa akan fokus pada perawatan di iklim 4 musim. “ Untuk produk skincare buatan Indonesia, riset dan proses produksinya pasti dilakukan di sini, produknya dites pada orang Indonesia, dan sebagian besar bahan merupakan bahan lokal. Jadi, produknya akan lebih aman, lebih cocok untuk kulit orang Indonesia, dan lebih minim efek samping,” kata Danang.
Sejak awal memulai usaha kecilnya, Yefni, pelaku usaha UMKM dari Aceh Tamiang, salah satu kabupaten anggota LTKL, menetapkan konsep produk yang ramah lingkungan. Karena itu, ia memakai bahan-bahan di sekitarnya untuk membuat berbagai produk perawatan tubuh dan rambut, seperti daun jambu, mahkota dewa, daun kelor, kopi, dan cengkeh.
“ Negeri ini memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Masing-masing punya khasiat tersendiri. Misalnya, cengkeh bisa menghilangkan jerawat, sementara pala bersifat anti-aging. Bahan-bahan lokal ini cocok untuk merawat kulit kita,” kata Yefni, yang terbiasa meracik masker sendiri sejak masih remaja.
Dari temuan LTKL, konsumen Cina juga menekankan pentingnya produk perawatan yang menggunakan ramuan tradisional Cina. Mereka tidak lagi terobsesi pada apa pun yang diberi label asing dan lebih percaya diri akan budaya mereka sendiri.
Begitu juga dengan Indonesia. Produk skincare buatan Indonesia cenderung disukai pasar domestik, karena dirancang sesuai iklim tropis. Danang membandingkan antara produk lokal dan produk Eropa. Menurutnya, tekstur produk lokal cenderung ringan, cocok untuk orang yang tinggal di negara tropis, sementara produk Eropa terasa terlalu berat dan membuat kulit jadi tidak nyaman
“ Selain itu, aroma produk Eropa sering kali terlalu tajam, sedangkan aroma produk lokal lebih pas dengan selera kita. Sudah banyak produk lokal yang menggunakan bahan lokal sebagai penambah aroma. Misalnya, kopi yang sekarang dipakai sebagai bahan scrub. Selain kulit mendapat tambahan antioksidan, aroma kopi juga enak banget ketika dihirup,” kata Danang.
Sepakat dengan pemikiran tersebut, Yefni menggunakan berbagai rempah lokal sebagai bahan baku. Di samping memberi berbagai khasiat, rempah seperti cengkeh dan pala juga memberi aroma khas, yang disukai oleh orang Indonesia.
Dibandingkan produk impor, harga produk lokal jauh lebih terjangkau, karena menggunakan bahan lokal dan diproduksi secara lokal juga. Meskipun demikian, Danang menjelaskan, “ Harga produk lokal beragam. Tidak bisa disangkal, harga tidak bohong. Artinya, produk lokal dengan harga lebih mahal punya kualitas yang lebih baik daripada produk lokal berharga murah. Katakanlah untuk produk vitamin C. Teksturnya, mixing-nya, dan layering-nya pasti terasa berbeda,” kata Danang, menegaskan bahwa yang penting produk itu aman, ditandai dengan adanya izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Proses produksi untuk produknya masih dikerjakan sendiri oleh Yefni. Namun, ia menggandeng beberapa pihak lain untuk membantu. Misalnya, ia membeli bahan dari penduduk setempat, meminta bantuan orang lain untuk kirim produk, dan mendapatkan kemasan produk berupa besek tanaman bili dari teman sesama pengusaha.
“ Kolaborasi itu perlu, karena sekaligus bisa memberdayakan masyarakat sekitar. Seandainya usaha saya lancar, volume produksi juga akan meningkat. Artinya, saya akan membeli lebih banyak bahan dari penjual. Perekonomian penduduk terbantu, petani pun ikut sejahtera. Semua pihak senang,” kata Yefni, yang sedang mengurus perizinan usahanya di BPOM.
Nelson menyebutkan, keberlanjutan juga diupayakan dari sisi ekonomi. Karena itu, Pemda Gorontalo ikut mendorong kemajuan bisnis para pelaku usaha UMKM. “ Kami melakukan pembinaan bagi mereka terkait standarisasi produk dari sisi pasar, menjalin komunikasi, dan membuka jaringan. Dengan begitu, pelaku usaha tidak hanya membuat produk, melainkan membuat produk dengan baik. Harapannya, semangat masyarakat akan terjaga, baik petani maupun pelaku usaha UMKM yang berbasis potensi lestari.”
Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) adalah asosiasi pemerintah kabupaten yang diinisiasi oleh pemerintah kabupaten di Indonesia demi mewujudkan target nasional untuk pembangunan lestari secara gotong royong. LTKL adalah kaukus pembangunan berkelanjutan dalam Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan didukung oleh jejaring mitra gotong royong dalam kegiatannya. Melalui pendekatan ekonomi lestari yang menjaga lingkungan dan menyejahterakan masyarakat, LTKL punya tiga program utama yakni membangun kapasitas kabupaten untuk pengembangan bisnis investasi lestari, membangun inovasi lestari kabupaten berbasis masyarakat dan kaum muda serta membangun kapasitas pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaporan pembangunan lestari kabupaten dengan basis data melalui Kerangka Daya Saing Daerah. http://kabupatenlestari.org/