(c) Shutterstock
Ngomongin pajak itu nggak bakal ada habisnya, saking rumitnya. Istilah yang dipakai sering dianggap membingungkan, belum lagi soal banyaknya aturan yang berbeda, mulai dari pasal yang mengatur pembayaran pajak hingga jenis tarif pajak di Indonesia yang nilainya berbeda.
Alasan kurang paham pajak jangan sampai dijadikan alasan buat malas lapor SPT, apalagi sampai nunggak pajak. Ingatkan diri sendiri kalau bayar pajak itu suatu kewajiban yang bakal digunakan buat kepentingan bersama. Biar makin taat pajak, wajib tahu nih soal pengertian pajak dan istilah-istilah penting di dalamnya.
Sebelum mengulas tuntas jenis tarif pajak di Indonesia, pajak digolongkan menjadi dua berdasarkan lembaga pemungutannya. Pertama adalah pajak pusat yang dikelola oleh pemerintah pusat, lewat Direktorat Jenderal Pajak – Kementerian Keuangan. Ada beberapa jenis pajak yang termasuk pajak pusat, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), bea materai dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Sedangkan pajak daerah, sesuai dengan namanya, merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, termasuk yang di tingkat provinsi maupun kabupaten atau kota. Ada beberapa jenis pajak yang sering kamu temui sehari-hari, mulai dari pajak kendaraan bermotor, pajak hotel, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak restoran, hingga pajak hiburan.
Kali ini, pahami dulu jenis pajak berdasar sistem pemungutannya yaitu pajak langsung yang dibayarkan sendiri oleh wajib pajak secara berkala, seperti PPh, PBB, pajak kendaraan bermotor maupun pajak penerangan jalan. Sementara pajak tidak langsung dikenakan pada wajib pajak yang dibayarkan di saat tertentu, seperti PPN, PPnBM dan bea balik nama kendaraan bermotor.
Setiap pajak yang berlaku di Indonesia memiliki beberapa unsur dengan pengertian yang berbeda. Subjek pajak merupakan istilah yang digunakan untuk orang atau badan usaha yang dikenakan kewajiban untuk membayar pajak, seperti karyawan, pengusaha maupun perusahaan.
Setiap subjek pajak ini wajib mendaftarkan diri ke kantor pajak setempat atau bisa juga mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara online. Nah, kalau objek pajak jadi istilah yang menyebut segala sesuatu, bisa barang seperti tanah, bangunan, kendaraan bermotor, hingga penghasilan yang harus dibayarkan pajaknya.
Lanjut ke jenis tarif pajak, nilainya tentu berbeda-beda dengan persentase yang harus dibayar oleh setiap orang. Misalnya tarif pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan tentunya berbeda dengan besaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai. Bentuk tarif pajak terbagi jadi empat, yaitu tarif pajak proporsional, degresif, konstan, hingga progresif.
Jenis tarif pajak yang satu ini merupakan pungutan pajak yang persentasenya tetap walau terjadi perubahan terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi berapa pun jumlah objek pajak, persentasenya akan tetap sama meskipun nilai objek pajak terbilang tinggi.
Salah satu yang termasuk pajak proporsional adalah Pajak Pertambahan Nilai atau PPNn yang ditetapkan Direktorat Jenderal Pajak. PPN ini sendiri merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa yang diberlakukan buat objek pajak sesuai Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983.
Mulai dari Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha, Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha hingga Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Untuk Ekspor pun dikenai PPN seperti Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak dan Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Tarif proporsional yang ditetapkan untuk PPN menurut UU adalah sebesar 10%, sedangkan tarif PPN buat ekspor barang kena pajak sebesar 0%.
Tarif pajak degresif ini merupakan jenis tarif pajak yang persentasenya lebih kecil. Jelasnya, semakin besar dasar pengenaan pajak, maka semakin kecil pula persentase tarifnya, itu pun dengan syarat tarif yang ditetapkan.
Misalnya persentase tarif buat dasar pengenaan pajak sebesar Rp10 juta lebih kecil ketimbang persentase tarif buat dasar pengenaan pajak sebesar Rp5 juta. Uniknya, walau persentasenya makin kecil, jumlah pajak terutang nggak ikut mengecil tapi bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.
Jenis tarif pajak yang satu ini nominalnya tetap pada berapa pun jumlah yang dijadikan dasar [engenaan pajak. Salah satu contohnya adalah bea materai, sebesar apapun nilai objek pajak maka nilai materai yang dikenakan tetap sama. Bea materai merupakan pajak atas dokumen yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985, yang mengatur pengenaan tarif tetap sebesar Rp3 ribu dan Rp6 ribu.
Nah, objek pajak yang mendapatkan tarif pajak konstan adalah surat perjanjian maupun surat yang digunakan sebagai alat bukti, akta notaris dan salinannya, akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah, surat yang menyebutkan penerimaan uang dalam rekening, hingga surat berharga seperti cek. Ada juga dokumen yang dikenakan tarif pajak tetap seperti segala bentuk ijazah, tanda terima yang berkaitan dengan pembayaran kerja, tanda bukti penerimaan uang Negara, surat gadai hingga kuitansi semua pajak.
Jenis tarif pajak yang satu ini merupakan kebalikan tarif degresif. Di Indonesia, tarif ini diberlakukan untuk Pajak Penghasilan (PPh). Pajak ini ditanggung orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima dalam suatu tahun pajak.
Nah, semakin besar dasar pengenaan pajak, maka semakin besar pula persentase tarifnya. Buat yang memiliki penghasilan tahunan hingga Rp50 juta dikenai PPh sebesar 5%, sedangkan penghasilan tahunan antara Rp50 juta jingga Rp250 juta wajib membayar tarif PPh sebesar 15%.
Tarif PPh sebesar 25% akan dikenakan pada mereka yang punya penghasilan tahunan antara Rp250 juta hingga Rp500 juta. Tarif PPH terbesar diberikan pada mereka yang memiliki penghasilan tahunan Rp500 juta sebesar 30%. Pembayaran PPh ini bisa dilakukan oleh pribadi atau kantor dalam bentuk potongan langsung. Baik pembayaran maupun pelaporan pajaknya akan dilakukan setiap tahun, maksimal tanggal 30 Maret.
Tapi ada juga yang nggak harus bayar pajak, yaitu Penghasilan Tidak Kena Pajak alias PTKP. Terhitung mulai 1 Januari 2016, PTKP untuk pajak pribadi wajab pajak adalah Rp54 juta per tahun atau jika penghasilan per bulan di bawah Rp4,5 juta, akan dikenai PPh 0%.
Bagaimana kalau penghasilan nggak tetap, seperti profesi freelance, influencer atau content creator? Pada dasarnya, semua penghasilan bisa jadi objek pajak. Cukup hitung berapa penghasilan yang didapat selama setahun, jika jumlahnya melebihi PTKP maka wajib bayar pajak, ya.
Selain PPh, Pajak Kendaraan Bermotor pun dikenakan tarif pajak progresif lewat ketentuan yang diatur pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009. Kepemilikan kendaraan bermotor pertama akan dikenakan biaya antara 1-2% sedangkan kepemilikan kendaraan bermotor kedua, ketiga dan seterusnya akan dibebankan dengan tarif 2% hingga maksimal 10%.
Ada jenis tarif pajak yang nilainya tetap, tapi ada juga yang berubah menjadi lebih besar atau bahkan berkurang sesuai dengan aturan yang berlaku. Pahami cara menghitungnya yang bakal membantumu jadi warganegara yang taat bayar pajak.