©partaigolkar.com
Kasus kekerasan hingga Tindak Pidana Perdagangan Orang yang menimpa para pekerja migran Indonesia (PMI) terus saja terjadi. Pada April lalu, 30 WNI dikabarkan menjadi korban penyekapan di Myanmar. Terkini, seorang pekerja migran asal NTB diduga dianiaya oleh majikannya di Libya.
Peristiwa ini membuat Christina Aryani, Anggota Komisi I DPR merasa prihatin. Dia mendukung restrukturisasi Satuan Tugas Pemberantasan dan Pencegahan TPPO sebagai bukti keseriusan pemerintah melindungi pekerja migran. Pada kasus penyekapan WNI di Myanmar, Christina mendorong Polri menindak tegas pelaku-pelaku dalam negeri yang memberangkatkan para PMI.
“Kami mendukung restrukturisasi satgas (satuan tugas) ini. Ini juga membuktikan Indonesia sangat serius memberantas TPPO karena perlu diakui masalah paling menonjol di lapangan menyangkut aspek penegakan hukum yang tidak maksimal," kata Christina dalam keterangan tertulis kepada media, di Jakarta, Sabtu (3/6/2023).
Saat ini, Christina mengaku prihatin terhadap kondisi banyaknya jumlah korban TPPO, bahkan beberapa di antara korban itu kembali ke Tanah Air dalam kondisi meninggal.
" Merujuk data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) tidak kurang 1.200 jenazah PMI dipulangkan ke Tanah Air selama 3 tahun terakhir. Soal TPPO, ini memang amat serius yang butuh perhatian dan komitmen kuat semua pihak," ucap dia.
Saat ini, tawaran pekerjaan dari luar negeri memang terasa menggiurkan. Namun para calon pekerja harus hati-hati agar tak terjebak sebagai korban kejahatan. Christina tak menampik bahwa saat ini akan masalah TPPO dan masalah lainnya adalah keberangkatan non prosedural.
“ Baik PMI yang berangkat sendiri, misalnya dengan menggunakan visa turis, maupun PMI yang berangkat melalui agen kerja luar negeri nonprosedural, rentan terkena masalah di negara tujuan,” ujar Christina, seperti dikutip dari Kompas, (24/6)
Bila berangkat sesuai dengan prosedur yang berlaku, para PMI tak akan takut melapor ketika terjadi masalah di negara tujuan. Pemerintah pun juga bisa memberikan jaminan perlindungan sesuai dengan UU yang berlaku. Namun bila keberangkatan PMI dilakukan di luar prosedur, mereka akan takut melapor bila menjadi korban kejahatan.
Christina mendorong para PMI untuk lebih aware dengan tawaran pekerjaan yang diberikan.
“ Calon PMI pun harus lebih teliti mengecek kebenaran pekerjaan yang ditawarkan. Jangan mudah tergiur dengan iming-iming gaji besar dengan syarat yang mudah. Pastikan pula kebenaran lowongan pekerjaan tersebut dengan mengecek langsung ke Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sesuai domisili,” imbuh Christina.
Christina juga meminta komitmen semua pihak untuk bersama-sama memberantas praktik ilegal pengiriman PMI yang selama ini masih marak terjadi. Dia meminta pemerintah memastikan pengawasan di " jalur-jalur tikus" dan tempat pemberangkatan resmi, seperti bandara serta pelabuhan.
" Ini adalah kerja kolektif banyak pihak, tidak bisa hanya BP2MI karena pengiriman PMI ilegal sudah menjadi sindikat yang sekian lama beroperasi, bahkan diduga melibatkan aparat,” ungkapnya.
Dia juga meminta pemerintah melalui Kementrian Luar Negeri dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) berkoordinasi untuk iklan-iklan lowongan pekerjaan yang terindikasi ilegal. Pemerintah juga diharapkan terus memberikan sosialisasi terkait mekanisme pemberangkatan PMi yang sesuai prosedur.