© Pexels
Omnibus law UU Cipta Kerja telah resmi disahkan dalam rapat paripurna DPR Senin (5/10) kemarin. Pengesahan UU Cipta Kerja itu tentu saja menjadi sorotan dan perbincangan para buruh kerja, terutama pasal yang mengatur tentang ketenagakerjaan.
Beberapa poin yang menjadi sorotan antara lain; soal pengupahan, pesangon, pemutusan hubungan kerja (PHK) dan cuti karyawan. Biar gak bingung, berikut kami rangkum aturan lengkapnya!
Dalam pemutusan hubungan kerja (PHK), UU Cipta Kerja diatur dalam Pasal 156.
Ayat (1): Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
Ayat (2): Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang 444 dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
Ayat (3): Uang penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan sebagai berikut:
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulanupah;
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulanupah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh)bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
Ayat (4): Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruhditerima bekerja;
c. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerjabersama.
Ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sebagaimana dimaksud pada Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Aturan ini diatur dalam Pasal 153 UU Cipta Kerja. Perusahaan tidak bisa serta merta mem-PHK karyawannya dengan alasan sebagai berikut:
a. Berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus;
b. Berhalangan menjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Menjalankan ibadah yang diperintahkan agamanya;
d. Menikah;
e. Hamil, melahirkan, gugur kandungan, atau menyusui bayinya;
f. Mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan;
g. Mendirikan, menjadi anggota dan/atau pengurus serikat pekerja/serikat buruh, pekerja/buruh melakukan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh di luar jam kerja, atau di dalam jam kerja atas kesepakatan pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
h. Mengadukan pengusaha kepada pihak yang berwajib mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindak pidana kejahatan;
i. Berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan;
j. Dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.
Untuk aturan hak cuti diatur dalam UU Cipta Kerja Pasal 79. Dalam Ayat 1 tertulis pengusaha wajib memberikan karyawan cuti dan waktu istirahat.
Cuti yang diberikan kepada pekerja/buruh yaitu cuti tahunan, paling sedikit 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus. Pelaksanaan cuti tahunan diserahkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Sementara terkait aturan lembur pekerja, diatur dalam Pasal 78 ayat 1 dan 2.
Ayat(1): Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lama 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Ayat (2): Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Semoga informasi ini membantu!