© Instagram.com/ariksyach
Konflik dalam rumah tangga Atalarik Syach dan Tsania Marwa masih berlanjut. Setelah penjemputan anak yang dilakukan oleh Tsania baru-baru ini, Atalarik memberikan tanggapannya lewat sebuah surat terbuka.
Atalarik mengaku kecewa dengan eksekusi putusan pengadilan atas penjemputan kedua buah hatinya oleh Tsania bersama petugas Pengadilan Agama Cibinong beberapa waktu lalu di kediamannya tersebut.
"Surat terbuka ini saya sampaikan karena masalah keluarga saya sudah menjadi konsumsi publik. Dimulai dari perceraian saya dengan mantan istri saya yang melakukan Nusyuz hingga saat ini berujung perebutan hak asuh anak, berlanjut keputusan KASASI yang telah memenangkan mantan istri saya, kemudian Pengadilan Agama Cibinong Jawa Barat menetapkan Eksekusi anak-anak saya pada tanggal 29 April 2021," tulis Atalarik Syach dalam surat terbuka yang ia bagikan lewat unggahan Instagram.
"Alhamdulilah, anak-anak dengan kuasa Allah SWT dan atas kemauan mereka sendiri hanya mau tinggal bersama saya, Bapak mereka," imbuh Atalarik.
Kejadian penjemputan anak oleh Tsania Marwa beberapa waktu lalu disayangkan oleh Atalarik Syach. Meski tak berada di lokasi saat itu, namun Atalarik mendapatkan keterangan dari para saksi yang menyebut banyak hal meresahkan dari kejadian hari itu.
" Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan Eksekusi terhadap anak (seharusnya dapat dibedakan bukan seperti eksekusi tanah/barang) dengan mengerahkan puluhan polisi dari Polres Cibinong dan PROVOS adalah tindakan yang berlebihan dan memancing kerusuhan," tulis Atalarik Syach.
Atalarik Syach menyebut adanya tindakan yang mengintimidasi kedua anaknya saat melakukan eksekusi penjemputan.
" Tindakan Pengadilan Agama Cibinong dalam melaksanakan upaya eksekusi terhadap anak dengan membiarkan kekerasan yang dilakukan terhadap anak dan mencoba memaksa anak dengan menyuruh anggota kepolisian membantu melakukan penekanan terhadap anak adalah tindakan melawan hukum," tulis Atalarik Syach.
Selain tindakan menekan, Atalarik juga menyebut adanya tindak kekerasan terhadap anak-anaknya. Dampaknya, kedua buah hatinya merasa ketakutan dan memilih untuk mengurung diri di kamar.
" Tindakan pemohon eksekusi melakukan kekerasan terhadap anak dengan menarik-narik tangan anak saat meronta-ronta tidak mau ikut dengan paksaan pemohon eksekusi adalah sama dengan melakukan kekerasan verbal terhadap anak dan merupakan tindak pidana yang dapat diancam dengan hukum pidana," pungkas Atalarik Syach.
Lewat surat terbuka yang ditulis, Atalarik Syach berharap akan adanya usaha perbaikan penindakan untuk kasus serupa di masa mendatang.