© Instagram.com/@dr.tirta
Tau dr. Tirta? Ya, ia adalah seorang dokter sekaligus influencer. Sudah beberapa kali ia menjadi trending di media sosial karena aksinya.
Baru-baru ini, ia menghadiri acara bertajuk talk show yang videonya diunggah dalam kanal YouTube Talk Show tvOne pada (10/10/2020) lalu. Banyak hal dalam hidup yang ia alami. Dalam kesempataj itu pula ia menyampaikan bahwa ia seorang yang lahir dari keluarga beda agama.
dr. Tirta sendiri sudah dari tahun 2014 mengisi berbagai acara seminar, jadi masa serta lingkup perkenalannya di kota cukup banyak. Hal itulah yang membuat seorang dr. Tirta berani speak up.
" Aku kalau ngritik keras, ngata-ngatain langsung" ujar dokter muda usia 29 tahun tersebut.
Mengalami banyak cobaan, saat menjadi relawan ia pernah diludahi beberapa kali lantaran para masa yang tidak mau mendapat edukasi tanpa makanan.
" Di beberapa kota, 'Aku gak butuh ceramahmu Mas, aku butuhnya makan' uh diluahi, santai aja" akui dr. Tirta.
Menjalani banyak kegiatan sebagai dokter relawan selama masa pandemi tentu sangat melelahkan. Bukan tanpa sebab, bahkan dr. Tirta hanya tidur selama 3 jam per harinya.
Tak hanya diam saja, saat ia berusia muda sudah bekerja keras demi kehidupannya.
" Aku bisa mempunyai toko hampir 60-an, punya bisnis, pegawai banyak, enggak pernah utang, aset juga banyak, jadi ngerasa kayak mingkin aku mendapat privilege lebih dari orang" paparnya.
dr. Tirta mengaku bahwa ia memulai usaha tidak start from zero melainkan ia memiliki privilege berupa pendidikan dan circle keuangan lantaran orang tuanya adalah seorang pegawai bank. Dari situlah ia belajar dan paham betul tentang finance.
" Jadi aku harus merangkul dan memberikan privilege ini kepada orang yang enggak bisa dapet" tukas dr. Tirta.
" Hidup hanya sekali, tergantung lu menikmatinya kayak gimana" .
Mengaku punya banyak kesalahan di usia yang kala itu masih belia. Ia sempat menikah dan berceria di usianya yang terbilang muda. Dengan latar belakangnya itulah ia bertekat untuk memberikan pengalamannya tersebut agar tidak dilakukan dan terulang pada orang lain.
" Terus aku ingin menebus itu, mengajarkan kepada anak muda kayak 'Lu jangan sampe kayak gue nih'" .
Mengakui bahwa dirinya arogan, hal itu terjadi lantaran di usianya yang baru 22 tahun ia sudah memiliki uang sendiri dan beranggapan bahwa ekonomi bukanlah masalah besar dalam hidupnya kala itu. Ia bahkan sudah lulus dan memiliki banyak usaha di umurnya tersebut. Hal itulah yang menyebabkannya besar kepala hingga menyesal telah menyakiti hati orang terkasihnya.
" Aku lahir dalam situasi yang jujur enggak enak ya" .
" Jadi Bapakku adalah seorang petani, dia Jawa dan Muslim" .
" Ibuku keturunan China, dia lulusan pertanian tapi karena gak ada duit jadi karyawan bank juga tapi Non Muslim" .
" Mereka nikah melahirkan aku, anak tunggal. Dari situ aku ngerasain tragedi tahun 1998 di Solo waktu itu nyokap loncat dari lantai dua bank. Pilihannya cuma dua, mati dibakar atau loncat, dan nyokap milih loncat" .
Dari situlah dr. Tirta tahu akan rasialisme, SARA, agama hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjadi atheis.
" Dari situ aku tahu tentang rasialisme, SARA, agama, dan aku memutuskan untuk atheis dari SD, SMP, SMA" .
Namun, semenjak ia masuk kuliah di Universitas Gajah Mada, ia bertemu orang dengan berbagai macam kharakter.
" Kalau kita di kampus itu kan banyak ya, tahu anak dari berbagai suku. Dari situ aku terbuka dan memutuskan untuk mualaf di usia 23 tahun" Lanjutnya, ia tetap bisa menghargai agama lain.
Sudah sukses di usianya kini, kendati demikian dr. Tirta masih memiliki satu keinginan yang hingga kini belum terwujud yaitu mendirikan rumah sakit dengan uangnya sendiri.
" Aku masih satu cita-cita yang belum kesampaian. Aku ingin membuat rumah sakit dimana itu mewadahi dokter-dokter muda yang fresh graduate" .
Bukan tanpa alasan, menurut dr. Tirta para dokter muda tersebut kebanyakan sering dianggap remeh, sementara di sisi lain para dokter muda juga memerlukan jam terbang. Oleh karena itu, harus ada tempat untuk mereka berkarya dan menunjukkan skill profesionalnya.