© Lawyertime.com
Adanya RUU PKS (Penghapusan Kekerasan Sosial) sebenarnya membawa angin segar bagi para korban maupun penyintas pelecehan seksual karena adanya payung hukum yang melindungi mereka.
Apalagi, belakangan kasus pemerkosaan santer banget terjadi di sekitar kita. Bahkan, nggak sedikit juga lho dilakukan oleh orang terdekat yang sama sekali nggak kita duga.
Sayangnya, sampai sekarang RUU PKS ini belum juga disahkan. Bahkan, dikabarkan anggota DPR merasa kesulitan dan berencana menariknya dari Prolegnas ( Program Legislasi Nasional) Prioritas 2020. Duh!
Gw adalah penyintas perkosaan yang sampai skg juga ga berani proses kasus gw ke jalur hukum karena gw tau dgn hukum yg sekarang gw ga akan punya kesempatan utk mendapatkan keadilan.
Mungkin hal ini yang melatarbelakangi seorang penyintas pemerkosaan sekaligus warga Twitter dengan akun bernama @anindyavivi. Melalui utas yang ia bagikan, Vivi berbagi curahan hatinya.
Vivi menceritakan bahwa sampai sekarang dirinya belum berani nih melaporkan kasus pemerkosaan yang dialaminya ke ranah hukum. Tentu aja, hal ini nggak lepas dari hukum di negeri ini yang dirasa belum memihak pada korban.
Yg sulit itu, kasih tau ke korban kalo lapor polisi, siap2 buat ditanyain hal2 yang malah nyalahin korban. Siap2 menguatkan korban yang harus disidik berkali2.
Itu ga seberapa dibanding trauma korban yang harus berkali2 harus ceritain kejadian yg bikin mereka trauma
Banyak banget hal sulit yang harus korban pelecehan seksual alami saat memutuskan melaporkan kasusnya ke pihak yang berwajib. Menurut Vivi, sampai saat ini hukum di Indonesia dirasa masih belum berpihak pada korban.
Misalnya, saat mereka melaporkan kasusnya. Nggak jarang korban disodorkan pertanyaan yang malah menyudutkan. Bisa dibilang sih nggak sebanding dengan trauma yang mereka rasakan.
Yg sulit itu korban yang harus visum sambil ditanyain 'kamu sholatnya 5 waktu ga?' atau pertanyaan ga nyambung lainnya.
Yg sulit itu, korban yang hamil karena perkosaan dan ga bisa akses bantuan kesehatan reproduksi atau bantuan psikologis.
Belum lagi, kalau korban harus menjalani visum dan malah ditanya pertanyaan yang sama sekali nggak ada hubungganya seperti masalah agama. Ya tentu nggak ada korelasinya dong antara rajin beribadah dengan mengalami pelecehan seksual.
Selain itu, akan lebih sulit lagi bila korban sampai hamil. Nggak hanya mengalami tekanan psikologis, mereka juga nggak bisa mengakses bantuan kesehatan reproduksi maupun psikologis yang sebenarnya sangat dibutuhkan.
Tapi ternyata buat anggota DPR terhormat membahas RUU yang berpihak pada korban, yang membuat hidup korban sedikit lebih mudah karena tahu ada hukum yg memihak mereka jauh lebih sulit dari semua yg gw sebutkan diatas.
Sikap anggota DPR yang terkesan mengesampingkan inilah yang membuat Vivi merasa kecewa. Padahal, RUU PKS ini hal yang sangat dibutuhkan bagi para korban maupun penyintas pelecehan seksual untuk memperjuangkan hak mereka.
Semoga saja anggota DPR bisa mempertimbangkan lagi ya tentang RUU PKS ini dan untuk para penyintas dan korban, tetap semangat, kalian adalah orang-orang yang hebat! Untuk utas lengkapnya, kamu bisa baca di sini ya.