BBC
Inggris, Prancis, dan Jerman, pada hari Jumat (15/09), mengumumkan bahwa mereka akan memperpanjang sanksi terkait rudal balistik dan penyebaran nuklir Iran yang seharusnya berakhir pada bulan Oktober sesuai dengan perjanjian nuklir Iran tahun 2015.
Langkah ini diambil setelah Iran terus menolak untuk memenuhi beberapa ketentuan perjanjian tersebut, termasuk pembatasan program rudal balistiknya.
"Kami akan terus bekerja dengan mitra kami untuk memastikan bahwa Iran memenuhi semua kewajibannya di bawah perjanjian nuklir," kata Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss dalam sebuah pernyataan.
" Kami akan menggunakan semua instrumen yang tersedia kepada kami, termasuk sanksi, untuk memastikan bahwa Iran tidak mengembangkan senjata nuklir," imbuhnya.
Sanksi yang diperpanjang tersebut mencakup embargo senjata, pembatasan ekspor, dan larangan untuk melakukan transaksi keuangan dengan perusahaan tertentu di Iran.
Iran telah mengecam langkah Inggris, Prancis, dan Jerman tersebut. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh mengatakan bahwa sanksi tersebut melanggar perjanjian nuklir.
" Langkah ini menunjukkan bahwa negara-negara tersebut tidak berkomitmen untuk menjaga perjanjian nuklir," kata Khatibzadeh.
Perjanjian nuklir Iran, yang juga dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA), ditandatangani pada tahun 2015 oleh Iran, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman, Tiongkok, dan Rusia. Perjanjian tersebut bertujuan untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir dengan membatasi program nuklirnya.
Amerika Serikat menarik diri dari perjanjian tersebut pada tahun 2018 dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi terhadap Iran. Iran kemudian mengurangi kepatuhannya terhadap perjanjian tersebut, termasuk peningkatan aktivitas nuklirnya.
Pada tahun 2021, Iran dan negara-negara Eropa yang tersisa memulai pembicaraan untuk menghidupkan kembali perjanjian nuklir tersebut. Namun, pembicaraan tersebut sejauh ini belum membuahkan hasil.