© Liputan6.com
Kita semua tentu sudah familiar ya dengan BPJS Kesehatan atau bahkan menggunakannya. Per tanggal 1 Juli nanti, pemerintah akan mulai menaikkan iuran layanan ini lho. Kenaikan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dilansir dari liputan6.com, kenaikan ini sementara cuma berlaku bagi peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas I dan II.
Pasal 34 ayat 3 Perpres Nomor 64/2020 menyatakan, "Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I yaitu sebesar Rp 150.000,00 per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama peserta"
Dari pasal itu diketahui jika kenaikan iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP dengan ruang perawatan kelas I sebesar Rp 150.000 per orangnya. Sedangkan untuk kelas II, naik sebesar Rp 100.000 per orang per bulannya.
Nah, hal ini berbeda lagi bagi mereka yang merupakan peserta BPJS kesehatan PBPU dan BP kelas III, kenaikan iuran baru akan dimulai pada tahun 2021 mendatang.
" Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp 25.500,00, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp 35.000,00."
Menurut Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, ada kesenjangan antara pemanfaatan dan iuran dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Karenanya, perlu adanya perbaikan ekosistem yang berkesinambungan.
Muhadjir mengatakan kesinambungan ini perlu diperbaiki dengan mempertimbangkan berbagai hal. Pertama, pungutan JKN sebagai skema asuransi sosial bersifat wajib. Artinya, seluruh masyarakat yang menjadi peserta memang sudah seharusnya wajib membayar iuran. Sementara, untuk penduduk miskin akan ditanggung oleh pemerintah.
" Artinya dibayar pemerintah baik lewat (pemerintah) pusat dan pemda," kata Muhajir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR-RI di Gedung DPR yang dilansir dari Liputan6.
Kedua, mengenai manfaat yang dijamin dalam program JKN yakni berupa kebutuhan dasar dengan kelas rawat inap standar. Hal ini perlu diperjelas mengenai keharusan perawatan dan kebutuhan yang bisa ditutupi oleh program JKN.
Kemudian, meninjau lagi dari segi manfaat, iuran dan tarif layanan secara konsisten dan reguler. Pada peninjauan ini, perlu dipertimbangkan paling sedikit kemampuan bayar peserta, pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan, inflasi kesehatan dan potensi perbaikan program yang ada.
Dengan adanya kenaikan iuran ini, defisit BPJS Kesehatan tahun 2020 diperkirakan akan menyusut sebesar Rp 185 miliar. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
" Pada akhir tahun diproyeksikan kurang lebih (jika) situasi semakin lebih baik walaupun masih defisit Rp 185 miliar," kata Fachmi.
Karena dibatalkannya aturan Perpres Nomor 75 tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan oleh Mahkamah Agung (MA), iuran BPJS Kesehatan akhirnya mengalami penyesuaian dengan Perpres Nomor 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Berdasarkan acuan iuran itu, Fachmi menyebut BPJS Kesehatan akan mengalami defisit lagi sebesar Rp 3 triliun.
Menurut Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno, sebenarnya migrasi kelas peserta ini sudah santer terjadi sejak pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan pada awal tahun ini.
" Migrasi ini sudah banyak dilakukan pasca kenaikan periode I. Tidak ada ketentuan yang melarang peserta turun kelas," kata Agus.
Dengan adanya aturan baru terkait iuran BPJS ini membuat YLKI belum bisa memprediksi besaran perpindahan kelas peserta. Tapi, Agus mengatakan masyarakat mungkin saja bakal tergiur untuk pindah lantaran tuntutan ekonomi yang meroket di masa pandemi ini.
Meski begitu, ia berpendapat masyarakat yang akan beralih ini diperkirakan akan besar mengingat ekonomi masyarakat saat ini sedang sulit karena pandemi.
Kenaikan iuran BPJS di masa pandemi ini menurut Ketua Umum DPD impunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) Provinsi DKI Jakarta Sarman Simanjorang dirasa kurang tepat.
" Menurut hemat kami, dalam kondisi seperti ini, kurang pas ya waktunya untuk menaikkan iuran BPJS," kata Sarman.
Menurutnya saat ini beban pengusaha masih dirasa berat. Kalaupun aturan itu berlaku pada bulan Juli nanti, nggak ada jaminan juga bahwa pada bulan itu dunia usaha sudah stabil. Karenanya, hal ini dirasa malah memberatkan.
" Nah kalau tidak pada kondisi stabil ini kan sangat memberatkan." lanjutnya.
Sebelum keluarnya Perpres 64/2020, Sarman mengatakan bahwa ia sebenarnya sudah menyampaikan pada pemerintah untuk memberikan dispensasi bagi beberapa kewajiban atau iuran yang dibebankan pada pengusaha.
" Termasuk BPJS yang ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan itu beberapa bulan ke depan diberikan dispensasi, tidak membayar karena sangat beban bagi pengusaha saat ini untuk memikirkan gaji bulanan karyawan, dan biaya operasional lainnya. Mikirin gaji, mikirin THR, dan segala macam biaya operasional, di satu sisi pemasukan sangat berkurang," pungkasnya.
So, buat kamu yang memakai BPJS Kesehatan, jangan sampai kelupaan ya per tanggal 1 Juli nanti.