Jajakan Ikan Asin dari Kampung ke Kampung, Kakek Ini Sering Tahan Lapar Bila Daganganya Tak Laku

Reporter : Devi Puspitasari
Sabtu, 19 September 2020 10:54
Jajakan Ikan Asin dari Kampung ke Kampung, Kakek Ini Sering Tahan Lapar Bila Daganganya Tak Laku
Abah seringkali menahan lapar jika dagangannya tak laku.

Di masa tua, tak sedikit orang yang terpaksa masih harus bekerja keras agar perut tetap bisa terisi. Hal ini juga yang harus dialami seorang kakek berusia 77 tahun asal Karawang yang akrab disapa abah Ija.

Meski usianya tak lagi muda, abah tetap sabar dan semangat menjajakan ikan asin dari satu kampung ke kampung lain meski kadang harus menahan lapar bila dagangannya tak laku. Kisah ini dibagikan oleh akun Instagram @partner_in_goodness.

1 dari 4 halaman

Menahan Lapar saat Dagangan Tak Terjual

Abah Ija

Melansir dari akun itu, abah Ija sehari-harinya mengais rezeki dari berjualan ikan asin. Abah biasanya berjalan dari satu kampung ke kampung lainnya dengan menjajakan dagangan yang beliau ambil dari seorang agen.

Sejak pagi, abah sudah menempatkan kotak tua yang berisi ikan asin dagangannya ke sepeda beliau. Tak banyak yang bisa dihasilkan abah. Bila semuanya laku terjual, abah bisa mendapat Rp. 50 ribu per tiga hari dengan catatan semau dagangannya laku terjual.

Mirisnya, bila semua dagangannya itu tak laku terjual, abah harus menahan lapar karena tak ada makanan yang bisa dibelinya.

2 dari 4 halaman

Rumah Bocor dan Hampir Roboh

Abah Ija

Nggak jarang abah juga terpaksa berkeliling lebih jauh untuk mencari pembeli. Sayangnya, kadang tubuh abah yang tak lagi muda tak sanggup bila diajak bekerja keras. Bila seperti itu, biasanya abah Ija akan istirahat sebentar agar sakit di kakinya bisa reda.

Abah Ija sendiri tinggal di dusun Kedung Wowo, Desa Tanjung Jaya, RT 13/ RW 06, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Kerawang. Rumah beliau juga bisa dikatakan jauh dari kata layak. Gubuk abah sudah hampir roboh dan banyak bagian yang bocor.

3 dari 4 halaman

Tinggal Bersama Anak

Abah Ija

Dalam rumah itu, abah tak tinggal sendirian. Ia hidup bersama sang anak yang setiap harinya bekerja sebagai tukang kuli serabutan. Penghasilannya pun juga tak menentu.

Meski begitu, abah Ija tak pernah mengeluh dan tetap semangat bekerja meski dalam hati abah tetap berharap suatu saat bisa hidup dengan lebih layak.

Beri Komentar