Kemana-mana Harus 'Ngesot', Sedangkan Mbah Repat Hanya Hidup Sebatang Kara

Reporter : M. A. Adam Ramadhan
Selasa, 16 Maret 2021 13:42
Kemana-mana Harus 'Ngesot', Sedangkan Mbah Repat Hanya Hidup Sebatang Kara
Kisahnya begitu sedih. Mbah Repat harus menyeret tubuhnya sendiri alias ngesot dengan beralaskan karung agar pangkal pahanya tak lecet. Kisahnya begitu sedih.

Hidup memang penuh perjuangan. Bagiamana keadaannya, memang sudah seharusnya hidup diperjuangkan. Bahkan, meski seseorang sudah memasuki usia tua, dan nyatanya sudah banyak yang sudah mengalami hal demikian.

Seperti kisah Mbah Repat ini. Melansir dari kitabisa.com, kisahnya benar-benar bikin sedih.

 

1 dari 4 halaman

Mbah Repat

Gimana nggak sedih, selama tiga tahun terakhir, Mbah Repat tinggal sebatang kara di umurnya yang sudah 80 tahun. Rumahnya ada di Desa Mojosari, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Sebenarnya Mbah Repat punya 5 anak. Namun dua telah meninggal, sedangkan tiga anaknya merantau entah kemana.

Di samping itu, Mbah Repat sejak 5 tahun lalu sudah tak bisa berjalan lagi seperti orang pada umumnya. Kemana-mana, Mbah Repat harus ngesot dengan menggunakan karung sebagai alas agar pangkal pahanya tidak lecet ketika diseret.

 

2 dari 4 halaman

Mbah Repat

Kejadian ini bermula ketika Mbah Repat memanjat pohon kepala di sebelah rumah. Namun ketika sudah di atas, Mbah Repat jatuh. Karena tak sempat diobati, akhirnya kedua kakinya pun lumpuh. Padahal dulu, Mbah Repat dengan bertani bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Namun sekarang, ladangnya pun sudah dijual demi pengobatan dirinya. Udah gitu, ternyata sang istri sakit keras dan akhirnya meninggal dunia.

Dari penjualan ladangnya itu, hanya tersesisa 5 buah pohon kelapa. Dari situlah Mbah Repat mengandalkan penghasilannya dengan menjual buah-buahnya. Setidaknya, ia bisa menghidupi dirinya sendiri, tak terlalu mengandalkan orang lain.

3 dari 4 halaman

Mbah Repat

Mbah Repat pun sudah pasrah dengan keadaannya kepada Tuhan-nya. Meski demikian, ia berharap masih diberi umur panjang agar suatu saat bisa diberi kesempatan melihat anak dan cucu.

" Saya sudah tidak punya harapan apa-apa, nak. Saya pasrah, berserah kepada yang empunya Hidup. Ketimbang hidup saya seperti ini terus, mudah-mudahan Tuhan masih memberi umur panjang bisa melihat anak dan cucu. Saya pasrah, tidak ada lagi yang saya keluhkan."

 

Beri Komentar