© Liputan6.com/ Solopos
Masa pandemi corona yang belum juga usai nampaknya membawa pilu tersendiri bagi banyak orang. Pandemi ini memang membuat banyak orang terpaksa harus kehilangan pekerjaan. Hal ini juga dialami seorang perantau sekaligus supir bernama Maulana Arif Budi Satrio atau yang akrab disapa Rio.
Karena kehabisan uang sekaligus terkena PHK, akhirnya ia memutuskan nekat jalan kaki ke kampung halamannya yang ada di Sudiroprajan, Jebres, Solo. Begini kisahnya.
Dikutip dari liputan6.com, sebelumnya ia sempat pulang kampung dari Jakarta dengan menggunakan bus. Tapi, hal ini batal karena adanya larangan mudik.
" Saya memesan bus, sudah bayar Rp500 ribu tapi yang datang malah mobil minibus. Saya enggak mau, akhirnya tidak jadi berangkat. Kemudian meminjam mobil teman, nah pas sampai di Cikarang, saya diminta balik ke kota asal," kata Rio yang dilansir dari Liputan6.
Akhirnya, dengan berbekal dua tas yakni tas selempang dan tas punggung, ia nekat berjalan kaki dari ibukota menuju kampungnya yang ada di Solo. Terlebih, ia berjalan hanya beralaskan sandal japit. Rio berangkat dari Jakarta pada Senin, 11 Mei 2020.
Saat memulai perjalanannya, Rio mengaku hanya mengenakan kaus, celana pendek, dan penutup wajah. Dalam sehari, ia bisa berjalan selama 12-14 jam atau sekitar 100 kilometer.
Biasanya, Rio berangkat selepas subuh sampai menjelang dini hari. Saat lelah, ia akan beristirahat sejenak di SPBU atau warung.
" Saking lamanya berjalan di bawah terik matahari, kulit saya sampai terbakar. Selama perjalanan, saya istirahat di SPBU dan warung-warung tempat pemberhentian truk," katanya.
Nasib baik menghampiri dirinya setelah empat hari saat tiba di Kecamatan Gringsing, Batang. Di sana, ia bertemu dengan temannya sesama sopir yang tergabung dalam wadah Pengemudi Pariwisata Indonesia (Peparindo). Rio pun akhirnya diantarkan ke Sekretariat Peparindo Jawa Tengah yang ada di Semarang.
Sejak saat itulah, pria yang berprofesi sebagai sopir ini tak harus melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki. Sesampainya di Kota Bengawan, Rio tak langsung ke rumahnya melainkan harus tinggal sementara di Graha Wisata Niaga Solo untuk menjalani karantina selama 14 hari. Hal ini sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
" Awalnya sempat takut juga karena embel-embel karantina. Tapi ternyata malah di sini nyaman dan penuh kekeluargaan. Kami di sini benar-benar dihargai, makan enak, dan ada hiburan," kata Rio.
Rio mengatakan aksi nekatnya ini lantaran ia kehilangan pekerjaan. Perusahaan travel tempatnya bekerja melalukan PHK. Sayangnya, saat di-PHK itu, dirinya belum mendapat gaji apalagi tunjangan hari raya (THR).
" Saya pulang karena uang di genggaman tinggal Rp300 ribuan. Kontrakan sudah saya serahkan kepada teman saya yang diusir. Dia lebih kasihan karena punya anak kecil. Saya minta dia tinggal di sana sampai kontrakan saya selesai akhir Juni," pungkasnya.
Semoga saja pandemi ini lekas berlalu ya dan untuk pak Rio, semangat!