© Kitabisa.com
Hidup memang penuh dengan perjuangan, sementara nasib orang ternyata berbeda-berbeda. Beberapa orang harus menjalani kehidupan yang sangat berat demi meraih cita-cita. Bahkan hanya untuk menghidupi diri sendiri dan orang-orang terdekat.
Citra Kumala Sari contohnya. Dirinya biasa dipanggil Mala. Usianya masih terbilang masih kecil. Namun, ia sudah menjadi anak yatim dhuafa. Ayahnya sudah meninggal karena sakit paru-paru dan jantung. Sedangkan dirinya mempunyai seorang ibu dan 3 saudara yang tinggal di kos.
Mala dan keluarganya tinggal di Surabaya. Melansir dari Kitabisa.com, Dua kakaknya putus sekolah, sementara adiknya belum disekolahkan karena sang ibu belum cukup uang. Di sini, hanya Mala yang bisa diharapkan untuk masa depan keluaganya karena dia sekolah.
Namun meski sekolah, Mala turut membantu sang ibu berjualan untuk menghidupi keluarga dan biaya sekolahnya. Ia berjualan di Jl. Petojo, Pacar Keling, Tambaksari, Surabaya. Panas-panas mondar-mandir menghampiri setiap kendaraan yang berhenti menawarkan koran. Namun, seringkali penolakanlah yang terjadi.
Dalam sehari, yang dihasilkan cukup dikit. Hanya 30 ribu-40 ribu saja. Meski demikian, Mala tetap bersyukur dan semangat untuk mencari nafkah maupun sekolah.
Mala berharap, dirinya kelak bisa meneruskan cita-cita sang Ayah, yaitu menjadi seorang Ayah. Untuk kalian yang ingin menyisihkan rezekinya untuk meraih masa depan Mala, bisa klik di sini ya!
Yuk, saling tebar kebaikan dan terus semangat!
Kisah serupa juga pernah ditayangkan sebelumnya, tentang seorang pria bernama Hamsah, yang umurnya sudah mencapai 50 tahun. Dia rela jualan tisu di tengah teriknya jalanan untuk nafkahi anak yang ditinggal istrinya. Tak hanya itu, ia juga mencari nafkah dengan memulung.
Bapak yang memiliki 5 anak ini mengakui, ia menjajakan tisu sambil memulung untuk menambah biaya sehari-hari, termasuk mengumpulkan uang untuk biaya kost per bulan. Sebab, jika hanya mengandalkan dari kerja memulung, sangat sulit untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari.
Begitu pula sebaliknya di saat ekonomi terpuruk akibat pandemi COVID-19. Namun, memulung dilakukan Hamsah hanya di seputaran tempatnya menjajakan tisu di simpang empat Jalan S Parman.
Kerja sampingan tersebut dilakoninya sembari mengikutsertakan kedua anaknya. Seorang masih duduk di bangku SD di Kota Palu dan seorang lagi belum sekolah. Sebab, Hamsah tak tega meninggalkan kedua anaknya itu di kost karena tak ada yang menjaganya.
Di tempat kost, ia hanya bertiga dengan anaknya. Istrinya sudah lama meninggal sejak anak bungsunya masih bayi.
Memang ia akui memiliki 5 anak. 2 di antaranya sudah menikah dan seorang sedang bersekolah di Gorontalo serta 2 orang yang masih kecil.
Keinginan Hamsah sangat besar untuk menyekolahkan dan membahagiakan anaknya meskipun hanya sebagai penjual tisu dan pemulung.