© 2022 Instagram/Museum Nasional Indonesia
Kitab Sutasoma dikarang oleh seorang pujangga Kerajaan Majapahit yang bernama Mpu Tantular pada abad ke-14. Kitab ini disebut merupakan sastra kejayaan Kerajaan Majapahit yang masih diteladani hingga kini di Indonesia.
Diperkirakan, Kitab Sutasoma atau Kakawin Sutasoma ditulis Mpu Tantular antara tahun 1365 dan 1389. Sebab usianya ditengarai lebih muda dibanding dengan Kitab Negarakertagama yang selesai ditulis pada 1365 oleh Mpu Prapanca.
Rincian dari kitab ini berukuran 40,5 x 3,5 cm dan berisi 1.210 bait dalam 148 pupuh. Dikisahkan juga, bahwa Kitab Sutasoma ditulis oleh Mpu Tantular pada masa keemasan Kerajaan Majapahit di bawah kekuasaan Prabu Hayam Wuruk.
Salah satu istilah yang terkenal dan jadi semboyan Indonesia hingga hari ini adalah Bhinneka Tunggal Ika yang berarti 'berbeda-beda tetapi tetap satu'. Istilah tersebut diambil dari kutipan di dalam Kitab Sutasoma berikut:
" Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa. Bhinneki rakwa ring apan kena parwanosen. Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal. Bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa."
" Konon Buddha dan Siwa merupakan dua zat yang berbeda. Mereka memang berbeda, tapi bagaimanakah bisa dikenali? Sebab kebenaran Jina (Buddha) dan Siwa adalah tunggal. Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan dalam kebenaran" Mpu Tantular, Kakawin Sutasoma.
Kitab Sutasoma disebut terdiri dari syair yang ditulis dalam bahasa Jawa kuno dengan aksara Bali pada abad ke-14. Kutipan Bhinneka Tunggal Ika sendiri terdapat dalam petikan pupuh 139 bait 5 di Kitab Sutasoma.
Dalam kitab tersebut, dikisahkan tentang seorang pangeran bernama Sutasoma yang berasal dari Negeri Hastinapura yang berupaya sedang menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Sutasoma digambarkan memiliki ketampanan yang setara dengan Arjuna Putra Pandu.
Pangeran Sutasoma yang disebut sebagai titisan Sang Hyang Buddha memilih hidup sebagai pertapa dengan tujuan mencapai keutamaan hidup untuk menegakkan dharma. Sutasoma disebut merupakan putra Prabu Mahaketu dari Kerajaan Astina.
Lebih lanjut, dikisahkan juga bahwa Sutasoma menyukai dan memperdalam ajaran Buddha Mahayana dari pada harus menggantikan ayahnya menjadi seorang raja. Suatu malam, Sutasoma pergi ke hutan untuk melakukan semedi di sebuah candi dan mendapat anugerah.
Lalu Sutasoma pergi ke pegunungan Himalaya bersama beberapa pendeta. Setibanya di sebuah lokasi pertapaan, Sutasoma mendengarkan riwayat cerita tentang raja yang merupakan reinkarnasi seorang raksasa, bernama Prabu Purusada yang senang makan daging manusia.
Dikisahkan di dalamnya, para pendeta dan Batari Pertiwi membujuk Sutasoma agar membunuh Prabu Purusada, namun ia menolak karena ingin melanjutkan perjalanan. Di sanalah Sutasoma bertemu dengan raksasa berkepala gajah pemakan manusia dan ular naga.
Namun si raksasa dan ular naga yang tadinya ingin memangsa Sutasoma berhasil ditaklukkan, setelah mendengar khotbah dari Sutasoma tentang agama Buddha, keduanya bahwa bersedia menjadi muridnya.
Selanjutnya, Pangeran Sutasoma juga bertemu dengan harimau betina yang akan memakan anaknya sendiri. Namun ia berdia berkorban menjadi mangsa harimau tersebut. Namun tibalah sosok Batara Indra, hingga Sutasoma dihidupkan kembali.
Sutasoma kemudian bertemu dengan Prabu Dasabaru yang berperang dengan anak buah Prabu Kalmasapada (Purusada). Anak buah Prabu Kalmasapada kalah dan meminta perlindungan terhadap Sutasoma. Prabu Dasabahu yang terus mengejar akhirnya mengetahui bahwa Sutasoma adalah sepupunya.
Oleh Prabu Dasabahu, Sutasoma diajak ke negerinya hingga dijadikan ipar. Sekembalinya ke Astina, Sutasoma kemudian dinobatkan sebagai raja bergelar Prabu Sutasoma. Kisah Prabu Sotasoma berlanjut saat berkaitan dengan Prabu Purusada.
Dikisahkan bahwa Prabu Purusada telah mengumpulkan 100 raja sebagai kaul kepada Batara Kala supaya dapat sembuh dari penyakitnya. Namun Batara Kala tak bersedia memakan 100 raja tersebut. Hingga Prabu Sutasoma bersedia menggantikan 100 raja tersebut menjadi santapan Batara Kala.
Karena tindakan Prabu Sutasoma, Prabu Purusada kemudian tersadar akan perbuatannya dan berjanji tidak akan memakan daging manusia lagi.