© Instagram.com/rklopperr
Selebritis Rebecca Klopper kembali trending di perbincangan warganet akibat terjerat kasus video yang sempat trending diduga mirip dirinya. Kuasa hukum Rebecca Klopper, yakni Raudhah Mariah menilai jika aktris tersebut merupakan korban berbasis gender online. Dengan salah satu aksi ‘‘revenge porn’’ yang menyebarkan video atau foto sensitif tanpa izin dari pemiliknya.
Aksi revenge porn tersebut dilakukan sebagai bentuk dendam pribadi kepada korban atau ada pihak yang tersakiti hingga membuat sebuah ancaman.
‘‘Dugaannya bisa jadi saki hati, cemburu dan tidak terima Rebecca jadi sosok yang lebih baik, bertemu dengan yang lebih baik,’’ ungkap pengacara Raudhah Mariah.
Pengacara tersebut bersama rekan timnya, Muannas Alaidid telah melaporkan 8 akun yang menyebarkan video tersebut ke pihak Polda Metro Jaya.
Menurut informasi yang beredar, para penyebar video tersebut dapat dijerat dengan ancaman Pasal 27 ayat 1 Juncto Pasal 45 Ayat 1 UU ITE dengan dijatuhi hukuman selama enam tahun penjara.
Mengetahui kliennya hendak dipenjarakan, Muannas Alaidid sebagai kuasa hukum menegaskan jika Rebecca adalah korban yang tidak bersalah. Hal tersebut merujuk pada Pasal 4 dan Pasal 6 Undang-Undang Pornografi, sehingga sudah seharusnya Rebecca dilindungi oleh hukum.
Aktris kelahiran Malang ini dilindungi karena video tersebut bersifat kepentingan pribadi bukan untuk disebarkan secara murni.
Muannas Alaidid berharap polisi mampu bertindak secara profesional seperti menangani kasus artis lainnya dan menempatkan Rebecca Klopper pada posisi yang seharusnya. Jangan sampai berbanding terbalik yang justru merugikan Rebecca.
Setelah dikaji lebih lanjut, kuasa hukum Rebecca yakni Raudhah Mariyah mengungkapkan jika dirinya terlibat kasus yang berhubungan dengan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Beberapa pihak merasa berkuasa dengan meremehkan kerentanan Rebecca sebagai perempuan.
Penegak kuasa hukum tersebut berasumsi jika ada beberapa pihak yang memanfaatkan kerentanan Rebecca sebagai seorang perempuan. Dalam kasus ini, biasanya publik melihat jika perempuan adalah pelaku utama yang harus harus diadili. Padahal menurutnya, perempuan rentan menjadi korban dalam kasus kekerasan seksual, seperti yang dialami Rebecca tersebut.
Editor: An Nisa Maulidiyah