(c) Shutterstock
Ada yang bilang tak kenal maka tak sayang. Sejak lahir sudah hidup dan dibesarkan di Indonesia, tapi seberapa dalam pemahamanmu tentang tanah air nih? Meningkatkan pengetahuan tentang sejarah negara sendiri bukan hal yang salah kok. Malah bisa dilakukan buat meningkatkan rasa cinta terhadap tanah air itu sendiri. Salah satu yang menarik buat dipelajari adalah mengulik macam-macam demokrasi di Indonesia.
Setelah menyatakan kemerdekaannya, Indonesia memang tercatat kerap berganti sistem pemerintahan. Hal ini terjadi karena Indonesia masih mencari mana sistem pemerintahan yang sesuai dengan kondisi saat itu. Sistem pemerintahan demokrasi dianggap yang paling sesuai dengan dasar negara Indonesia. Meskipun begitu, di tengah perjalanannya ada macam-macam demokrasi yang pernah berlaku di Indonesia.
Dari macam-macam demokrasi di Indonesia yang pernah berjalan, Sistem Demokrasi Parlementer adalah yang pertama kali diterapkan, yaitu pada tahun 1950 hingga 1959. Dikenal juga dengan sebutan Demokrasi Liberal, masa ini adalah periode berlakunya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan UUDS 1950. Selama berstatus RIS, Indonesia dipimpin oleh Presiden RIS yaitu Ir. Soekarno dan Presiden RI yaitu As Aad. Selama periode ini, tercatat ada 7 kabinet yang pernah menjalankan pemerintahan, dengan rata-rata umur kabinet hanya sampai 15 bulan saja.
Demokrasi Parlementer sendiri merupakan sistem pemerintahan suatu negara dengan memberikan tanggung jawab kepada lembaga legislatif untuk membentuk kabinet kerja serta melakukan pemilihan presiden dan wakilnya. Macam-macam demokrasi di Indonesia memiliki ciri khasnya masing-masing, termasuk sistem pemerintahan yang satu ini.
Macam-macam demokrasi yang berjalan di Indonesia juga memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Tak terkecuali periode Demokrasi Parlementer di mana hanya berlangsung di Indonesia selama 9 tahun.
Kelebihan Demokrasi Parlementer:
Tanggung jawab atas pembuatan dan pelaksanaan kebijakan rakyat sudah tertera dengan jelas.
Lebih singkat dalam menentukan keputusan, karena diambil oleh Parlemen yang memiliki anggota banyak.
Lembaga Eksekutif dan Legislatif berasal dari satu partai, sehingga penyesuaian pendapat dan kebijakan bisa berjalan dengan cepat.
Adanya pengawasan yang sangat ketat dari Parlemen yang menyebabkan kabinet harus lebih berhati-hati dalam menjalankan sistem pemerintahannya.