© Twitter.com/mwv_mystic
Di tahun 2003 silam, sebuah tragedi kecelakaan darat terparah terjadi di Situbondo. Tragedi ini dialami rombongan siswa yang baru selesai menjalani study tour.
Rombongan ini terdiri dari ratusan siswa kelas 2 SMK Yayasan Pembina Generasi Muda (Yapemda) yang akan kembali ke Sleman, Yogyakarta, usai menjalani study tour di Bali. Kejadian ini terjadi pada Rabu malam, 8 Oktober 2003 lalu.
Ratusan siswa ini menumpang tiga bus armada AO transport yang melaju beriringan usai azan Isya berkumandang. Selama perjalanan, bus nomor 3 berulangkali mengalami kendala, mulai dari kaca pecah, tersangkut kabel listrik, dan hal-hal lain yang menghambat perjalanan. Kondisi tersebut membuat bis 1 dan 2 sesekali harus menunggu bus 3.
Keceriaan sepulang study tour mulai berubah saat bus melewati tanjakan di tikungan Jalan Raya Surabaya-Banyuwangi, kawasan Banyu Blugur, Situbondo, Jawa Timur. Sebuah truk kontainer tiba-tiba memotong jalur dari arah berlawanan, sedangkan ketiga bus rombongan siswa SMK tadi juga sedang menyalip kendaraan di depannya.
Bus 1 dan 3 berhasil menyalip dan kembali ke jalur, sedangkan bus 2 yang tidak berhasil menyalip, langsung ditabrak truk kontainer dari arah berlawanan tersebut. Seakan belum cukup, tiba-tiba truk jenis colt diesel dari arah belakang juga menghantam bagian belakang bus tersebut.
Bus nomor 2 tersebut langsung terjepit dari depan dan belakang. Tak lama berselang, api pun berkobar dari bagian depan bus. Kobaran ini dipicu oleh tangki bahan bakar truk yang pecah dan terpercik api sekring listrik bus, sebagian lagi menyebut jika api muncul akibat gesekan antar badan truk dan bus hingga berhasil memercikkan api yang lantas menyebar.
Kobaran api kian memesar seiring dengan tangki bahan bakar truk yang bocor. Para siswa yang masih sadar dan selamat di dalam bus, mulai panik dan berlarian ke arah belakang bus sambil berteriak meminta tolong.
Api kian membesar dan membakar bagian depan bus, hingga merembet ke belakang. Siswa dan guru pendamping mulai mundur untuk menghindari api, mereka mencoba keluar lewat pintu belakang bus.
Sayang, pintu belakang tak bisa dibuka karena macet akibat ringsek tertabrak truk dari belakang. Api kian mendekat dan membakar kursi satu per satu, bahkan benda-benda yang mudah terbakar, membuat kobaran api semakin besar.
Seiring dengan hal itu, para siswa yang panik terus berteriak meminta pertolongan dan memukul-mukul kaca bus dari dalam. Lokasi kecelakaan terbilang sepi, rumah warga terdekat masih berjarak 500 meter dari lokasi kejadian.
Tidak ada alat pemecah kaca jendela yang tersedia di dalam bus, sehingga mereka tidak bisa keluar melalui kaca bus yang cukup tebal. Hal yang paling ditakutkan pun terjadi, seluruh penumpang terpanggang hidup-hidup.
Jeritan yang terdengar melengking, mulai redup dan mereda satu persatu. Seluruh badan bus terbakar bersama penumpang di dalamnya. Kebakaran ini berlangsung cepat dan hebat karena banyak barang mudah terbakar di dalam bus dan adanya kebocoran bensin akibat tabrakan.
Kejadian ini berlokasi tak jauh dari pintu POLTU Paiton. Peristiwa mengenaskan ini pun dinamai 'Tragedi Paiton'. Korban meninggal pada kejadian ini 54 orang, terdiri dari 51 siswa dan siswi, 2 guru, dan 1 pemandu wisata.
Budi, kernet bus, mengalami luka bakar cukup parah. Ia berhasil memecah kaca pintu depan sebelum api menyebar. Sedangkan supir bus tersebut, Arwan, selamat setelah berhasil meloncat dari bus usai tabrakan terjadi.
Evakuasi berlangsung dramatis, jasad para korban berkumpul di bagian belakang bus, sedangkan sebagian lain bertumpuk di depan pintu belakang. Tubuh mereka hangus dan tidak bisa dikenali, beberapa di antara korban, tubuhnya bahkan tak lagi utuh karena telah menjadi abu.
RS Situbondo menjadi lokasi visum identitas korban. Banyaknya jumlah korban dan terbatasnya kapasitas rumah sakit, membuat jenazah harus diawetkan agar tidak membusuk sebelum identifikasi.
Petugas medis terpaksa meletakkan jenazah para siswa dengan sekat dan dikelilingi balok-balok es. Jenazah bahkan ada yang diletakkan di lorong rumah sakit karena keterbatasan ruang.
Akhirnya, 40 jenazah berhasil dikenali. Iring-iringan mobil ambulance dan mobil jenazah membawa 54 jasad korban dari RSUD Situbondo, menuju SMK Yapemda 1 Brebah Sleman Yogyakarta, pukul 04.50. Setiap mobil jenazah ditempeli nomor dan foto ukuran 10 R milik para korban, termasuk 14 korban yang belum diidentifikasi.
Sekda Prov DIY mengawal iring-iringan jenazah sejak Situbondo, hingga menyerahkan pada Gubernur DIY yang ikut menunggu sejak dini hari. Usai acara serah terima secara simbolik, warga melakukan salat jenazah. Selesai dari situ, keluarga korban berhamburan menuju mobil ambulans dan mobil jenazah.
Suasana terasa sangat pilu dan banjir air mata. Keluarga para korban tak henti meratap dan mengelus-elus foto, hingga ada yang sampai jatuh pingsan.
Semua jenazah dikirim ke rumah duka masing-masing dan diurus prosesi pemakamannya. Dari 54 orang, semua jenazah diambil oleh keluarga masing-masing dan tidak ada yang dimakamkan secara massal.
Kejadian ini membuat pemerintah langsung mewajibkan setiap bus untuk memiliki pintu darurat, jendela darurat, dan pemecah kaca sebagai kelengkapan kendaraan. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya hal serupa.
Supir truk dan kernetnya dijadikan tersangka karena dianggap melakukan kelalaian yang menyebabkan orang lain meninggal dunia. Supir bus nomor 2 juga dijadikan sebagai tersangka, karena dinilai tidak maksimal menolong penumpang.
Selain faktor kesalahan manusia, daerah Banyu Blugur memang dikenal sebagai kawasan rawan kecelakaan. Jalur ini berbelok-belok dan baik turu, sedangkan penerangannya cukup minim. Kanan kiri jalan pun kebanyakan berupa bukit dan tanaman liar yang minim rumah penduduk.
Sembari mengenang Tragedi Paiton ini, mari kita doakan semoga para korban diterima dan diberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Serta semoga kejadian serupa tidak terulang lagi di masa mendatang..
Baca cerita selengkapnya di sini.