© Liputan6.com
Pernikahan merupakan peristiwa sakral yang dinantikan setiap perempuan untuk terjadi sekali seumur hidup. Tak jarang pula setiap perempuan tentunya mendambakan sosok dengan kriteria tertentu yang bisa membimbing kehidupannya untuk bahagia baik di dunia dan akhirat.
Pernikahan juga merupakan kekuatan untuk menyatukan dua pribadi dan keluarga yang berbeda latar belakang kehidupan dan kebiasaan. Terkadang, karena unsur adat yang masih kental dipegang teguh oleh beberapa daerah di Indonesia menjadikan pernikahan kian beragam.
Pada sesi kali ini, Tim #CurahanHati ingin membagikan pengalaman dari salah satu pembaca setia Diadona, Jena (bukan nama asli), 23, mengenai kehidupan asmaranya. Yuk simak cerita selengkapnya di bawah ini.
" Halo, Tim #CurahanHati Diadona,
Saya sedang mengalami sedikit masalah dengan jalan asmara saya selama ini. Mungkin ini bukan merupakan masalah besar bagi perempuan pada umumnya, tetapi setelah saya berfikir ulang, ini merupakan salah satu hal yang mengganggu dan selalu terngiang dalam benak saya.
Saya merupakan anak terakhir, sebagai anak bungsu saya selalu bercerita tentang masalah asmara saya dengan Ibu tercinta. Semua tidak pernah saya tutupi dari beliau. Suatu saat saya bercerita ketika saya dalam kondisi sedang dekat dengan seseorang. Saya bercerita semua hal tentang dia kepada Ibu saya. Ini merupakan pengalaman pertama saya menjalin hubungan diusia saya yang ke-22 tahun. Saya sangat berantusias saat saya menceritakan kedekatan saya dengan lelaki ini. Hingga suatu saat hubungan saya pun kandas karena dari awal memang ibu saya tidak menyukainya.
Hingga pada suatu hari, musibah itu datang. Kedua orang tua saya selalu menanyakan hal yang tidak bisa saya jawab. 'Nduk, piye, wis enek calon opo durung?' kalau dalam bahasa Indonesia artinya adalah, 'Nak, gimana, sudah ada calon suami apa belum?'. Pertanyaan ini selalu dilontarkan dari kedua orang tua saya saat saya habis pulang bekerja atau kuliah. Kejadian ini terjadi saat orang tua saya menerima undangan pernikahan yang ditujukan untuk saya dari teman-teman saya, baik teman masa SMP, SMA dan Kuliah. Jumlah undangannya pun tidak tanggung-tanggung. Pada musim nikahan saya selalu mendapatkan 3 hingga 5 undangan pernikahan.
Di desa saya memang perempuan usia 20 tahun secara umum kebanyakan sudah menikah. Saya adalah tipe orang yang cuek dan masa bodo tentang iming-iming menikah. Kalau memang belum ketemu jodoh, mau bagaimana lagi. Salah satu jawaban yang selama ini ampuh menjadi tameng saya adalah 'Belum ketemu jodohnya, Buk'.
Pernah suatu saat saya dipaksa untuk ikut dengan kedua orang tua saya untuk menghadiri acara mengenai bisnis keluarga dengan temannya. Awalnya saya menolak, tetapi karena ajakan dan rayuan bapak dan ibu, saya akhirnya tidak tega dan memutuskan untuk ikut. Saya sudah tau pasti ujung-ujungnya saya akan dijodohkan, dan ya benar, firasat saya mengatakan demikian. Orang tua saya bilang bahwa intinya dia adalah lelaki baik-baik yang telah mapan. Tapi, saya hanya memberikan senyuman dan menolak halus keinginan kedua orang tua saya. Kedua orang tua saya tidak patah semangat untuk terus menjadwalkan pertemuan dengan seseorang untuk mendapatkan lelaki yang sesuai menurut versi orang tua saya. Saya rasa-rasanya malas jika pulang ke rumah, dan mendapatkan pertanyaan yang sama.
Sampai sekarang pun ketika saya mendapatkan undangan pernikahan dari teman saya, saya selalu was-was dan malas untuk pulang ke rumah. Apa yang harus saya lakukan? Bagaimana cara memberikan pemahaman kepada kedua orang tua saya bahwa saya belum siap untuk menikah?
Saya sangatlah bingung dengan kondisi saya saat ini."
Jena
Terima kasih telah berbagi cerita dengan #CurahanHati. Pada dasarnya setiap orang tua akan selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Termasuk keinginan orang tua untuk anaknya mendapatkan sosok jodoh yang baik dan bertanggungjawab. Memang benar jodoh ada ditangan Sang Pencipta. Jika kamu merasa belum siap untuk berkomitmen, kamu bisa memberikan pemahaman secara perlahan dengan kedua orang tuamu. Buatlah suasana bercengkrama sesantai mungkin dengan mereka. Ajukan keluh kesahmu selama ini. Selain dengan perkataan, kamu bisa membuktikan ucapan kamu dengan tindakan nyata. Sebagai contoh, jika kamu belum siap untuk menikah karena kamu masih ingin fokus dengan karir dan pendidikan, maka kamu bisa menunjukkan capaian karir kamu dalam bidang pekerjaan saat ini. Buatlah kesibukan yang berkualitas untuk diri pribadi dan bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Semoga pendapat kami bisa membantu kamu dalam mengatasi kebingungan saat ini. Semangat terus Jena.