© Kitabisa.com
Bagi beberapa orang, hidup kelihatannya memang kejam. Ketika banyak orang hidup dengan enak dan sejahtera, banyak juga orang yang hidup dengan segala keterbatasan dan kekurangan. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang harus berjuang hidup sendiri, sebatang kara.
Pak Yanto alias Wariyanto (55) adalah salah satu orang tersebut. Dia tak punya istri apalagi keturunan. Dia benar-benar menjalani hidupnya ini seorang diri.
Sehari-hari, Pak Yanto bekerja sebagai marbot masjid. Tempat tinggalnya di dekat masjid, atapnya terbuka. Dari pekerjaan sebagai seorang marbot, Pak Yanto mendapatkan penghasilan Rp 30 ribu seminggu.
Setiap harinya, sebelum waktu sholat tiba, Pak Yanto sudah masuk ke masjid bersiap-siap untuk mengumandangkan azan. Selain Rp 30 ribu tersebut, ia juga mendapatkan hasil iuran Jumat dari warga sekitar.
Karena penghasilannya itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Pak Yanto pun berjualan kripik yang diambilnya dari distributor di tempat yang cukup jauh. Satu bungkus kripik Pak Yanto dapat Rp 1.000.
Jika dagangannya tidak laku, apalagi sekarang lagi pandemi ini, Pak Yanto hanya bisa pasrah. Untuk makan, Pak Yanyo juga sering menghemat. Bahkan Pak Yanto sering makan dengani dan kecap saja.
" Saya sering hanya makan dengan nasi dan kecap saja, Itu pun sudah sangat bersyukur. Kadang ada tetangga yang memberi beras, itu saya cukupkan seminggu."
Karena kondisininya ini, Pak Yanto bahkan sering tidak puya uang dan makanan. Namun, Pak Yanto punya harga diri tinggi. Daripada mengemis, Pak Yanto lebih memiliki berpuasa.
" Saya tetap berusaha dan menyerahkan hidup kepada Allah. Kalau sudah tidak punya apa-apa, saya lebih baik puasa daripada harus engemis pada orang lain."
Ya ampun, begitu berat perjuangan hidup Pak Yanto. Pak Yanto memang tidak mau mengemis. Namun jika kalian ingin membantu Pak Yanto, bisa berdonasi di link ini ya!
Terima kasih orang baik!