© Youtube.com/Maldsign - Google Play Book
Jika kamu anak generasi akhir 90an hingga awal 2000an, maka tentu sudah gak asing lagi dong dengan buku sejuta umat ini. Yap, buku Iqro ini menjadi langganan anak kecil kala itu untuk memahami cara baca Alquran dengan mudah. Bahkan hingga saat ini pun buku tersebut masih digunakan dan banyak ditemui hampir di setiap majelis ilmu.
Tapi, jika kamu menelisik lebih lanjut, tentu sudah tahu dong dengan potret kakek tua yang berada di balik sampulnya? Beliau adalah K.H. As’ad Humam penemu metode Iqro yang masih digunakan hingga saat ini.
Ternyata, K.H. As’ad Humam ini bukanlah dari golongan muslim terpelajar loh. Bahkan ia hanya menyelesaikan sekolah sampai kelas 2 Madrasah atau setingkat dengan SMP, di Muhammadiyah Yogyakarta. Kesehariannya adalah berprofesi sebagai pedagang perhiasan imitasi di pasar Beringharjo, Malioboro, Yogyakarta.
Sayangnya, K.H. As’ad Humam mengidap sakit pengapuran tulang belakang hingga tak mampu bergerak secara leluasa dari remaja hingga akhir hayat hidupnya. Bahkan, ia harus menjalani sholat dalam posisi duduk lurus, tanpa rukuk dan sujud.
Bahkan, untuk sekadar menengokkan kepala saja, K.H. As’ad Humam harus membalikkan seluruh tubuhnya. Alasan inilah yang membuat sosoknya harus berpose menggunakan tongkat sebagai penopang di sampul belakang buku Iqro.
Nah, KH Dachlan Salim Zarkasyi sudah terlebih dulu menciptakan metode Qiroati yang dibukukan pada tahun 1963. Kemudian setelah mempelajari metode KH Dachlan Salim Zarkasyi, As’ad Humam sadar bahwa perlu dilakukannya penyempurnaan agar pelajaran membaca Alquran lebih mudah diterima oleh para santri.
Ia pun kemudian memulai dengan bereksperimen seorang diri. Setiap gagasan yang muncul akan selalu ia catat untuk diserahkan kepada KH Zarkasyi sebagai usulan. Namun sayang, gagasannya kerap kali mengalami penolakan. Keduanya berselisih paham dan hingga akhirnya memilih untuk saling mengembangkan metode masing-masing: KH Dachlan Salim Zarkasyi dengan metode Qiroati-nya, dan K.H. As’ad Humam dengan metode baru yang kemudian diberi nama Iqra.
Metode pembacaan Iqra yang semula diperkenalkan hanya dari mulut ke mulut, kemudian mulai berkembang dan berterima oleh masyarakat Indonesia. Pada tahun 1988 dan 1989, K.H. As’ad Humam mendirikan Taman Kanak-Kanak Alquran (TKA) AMM Yogyakarta dan Taman Pendidikan Alquran AMM Yogyakarta (TPA). Berdirinya kedua institusi pendidikan sederhana ini membuat K.H. As’ad Humam semakin leluasa memperkenalkan metode Iqra kepada para murid didikannya.
Metode Iqro pun semakin dikenal luas. Gak hanya di Yogyakarta, tapi sampai ke pelosok nusantara. Akirnya Mantan Menteri Agama Munawir Sjadzali pun menetapkan TKA dan TPA yang dibangun oleh K.H. As’ad Humam sebagai Balai Litbang LPTQ Nasional pada 1991 silam.
Pada Februari 1996, K.H. As’ad Humam sang penemu Iqra, wafat di usianya yang ke-63 tahun. K.H. As’ad Humam meninggal pada hari Jum’at bulan Ramadhan.
Metode Iqra yang efektif ini telah dibuktikan secara ilmiah. Dalam kurun waktu 18 bulan bagi anak usia 4-6 tahun untuk mampu membaca Alquran. Sementara itu, hanya butuh waktu 12 bulan bagi anak usia 7-9 tahun untuk dapat membaca Alquran.
Nah, sekarang sudah tahu dong dengan sosok K.H. As’ad Humam sang penemu buku Iqra yang sering kamu bawa ketika ke majelis ilmu? Bagaimana menurut kalian gaes? Share jawaban di kolom komentar ya.