© Wired.com
Seiring majunya ilmu pengetahuan, mimpi manusia untuk lebih mengeksplor ruang angkasa nyatanya semakin besar. Banyak ilmuwan yang cukup ambisius untuk hal ini, salah satunya CEO Tesla dan SpaceX, Elon Musk.
Musk memang dikenal sebagai pribadi yang ambisius. Tak tanggung-tanggung, kali ini Elon Musk dikabarkan berambisi membangun "negara" di Mars. CEO SpaceX ini memang satu diantara ilmuwan yang bercita-cita agar di manusia bisa hidup di Mars pada masa depan.
Dikutip dari liputan6.com, salah satu langkah untuk merealisasikan mimipinya, dalam perjanjian pengguna layanan satelit SpaceX " Starlink" Musk menyantumkan ketentuan mengenai layanan di Mars.
" Untuk layanan yang diberikan di Mars, layanan layanan uang dikirimkan ke Mars dengan pesawat ruang akasa antarbintang atau pesawat ruang angkasa kolonial lainnya. Semua pihak harus mengakui bahwa Mars adalah planet bebas dan tidak ada pemerintah Bumi yang memiliki kekuasaan untuk menyatakan atau mengklaim kedaulatan di Mars."
" Bila ada sengketa di Mars, akan diselesaikan dengan prinsip otonomi atas itikad baik," tulis persyaratan layanan itu lebih lanjut.
Sebelumnya, Elon Musk juga sudah mempertimbangkan pemerintahan seperti apa yang mungkin bakal dibangun di planet yang dikenal dengan Planet Merah itu.
Diantaranya, pada konferensi SXSW 2018, Elon Musk sempat mempertimbangkan soal demokrasi langsung sebagai opsi pemerintahan di Mars.
" Kemungkinan besar, pemerintah Mars akan dibentuk melalui demokrasi langsung. Orang-orang akan memberikan suara secara langsung atas suatu masalah, ketimbang memutuskan melalui perwakilan pemerintah," ucap CEO Tesla ini.
Musk menyebut jika demokrasi langsung lebih baik karena memiliki peluang korupsi yang jauh lebih rendah dibanding demokrasi perwakilan. Meski begitu, para pengacara masih meragukan kemampuan SpaceX membangun negara " Mars" yang independen.
Meski begitu, nggak sedikit orang yang percaya bahwa ketentuan SpaceX dalam perjanjian pengguna Starlink itu nggak jauh beda dengan perjanjian luar angkasa lainnya selama bertahun-tahun ini.
" Semua perjanjian luar angkasa percaya bahwa tiap orang di Bumi memiliki hak dan tanggung jawab yang sama untuk membuat ruang aksa menjadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan bersama," terang pengacara Randy S. Segal dalam Firma Hukum Hogan Lovells.
Seperti diantaranya kesepakatan Artemis 2020 yang menetapkan bahwa nggak ada negara yang bisa menggunakan, mengklaim kedaulatan, atau menempati ruang angkasa.
Meski menyatakan keraguannya, Siegel berpendapat bahwa Musk mungkin sudah mengambil langkah kecil dalam membangun negara di Mars.
" Musk mungkin mencoba meletakkan dasar konstitusi Mrs yang independen, seperti yang dia lakukan pada mobil listrik dan kendaraan peluncur roket. Apakah ada preseden atas berlakunya? Jawaban saya jelas tidak," sambungnya.
Sementara itu, pakar hukum ruang angkasa dari Nebraska College of Law, Frans Von der Dunk, membahas masalah ini dari perspektif yang lebih realistis. Ia menyebut manusia mungkin masih membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai Mars terlibih mendirikan negara di sana.
" Kita harus menghormati ilmuwan. Banyak dari mereka percaya bahwa dibutuhkan 10 tahun untuk mencapai Mars. Sementara lainnya percaya mungkin hal itu akan memakan waktu 100 tahun atau lebih. Karena sulitnya komunikasi antar bintang, Mars mungkin akan mencari pengetahuannya sendiri," jelas Von der Dunk.
Sebelumnya, Elon Musk juga bercita-cita bisa membangun koloni manusia di Mars. Cita-cita sekaligus ambisi Musk ini diutarakannya pada tahun 2017. Ia berambisi membuat koloni di Mars 50 tahun dari sekarang, tepatnya sekitar tahun 2060 mendatang.
Musk juga merencanakan akan mengirim satu juta penduduk Bumi ke Mars. Rencana besar CEO Tesla ini akan dimulainya tahun 2023 mendatang. Ia berencana membangun " Mars Colonial Fleet" dengan lebih dari seribu pesawat ulang-alik yang bisa megangkut sekitar 200 penumpang dalam sekali jalan.
Well, gimana nih pendapat kamu soal negara di Mars? Tertarik tinggal di sana juga, nggak?