© Bbci.co.uk
Sebagai anak, pastinya ingin berada di samping ayahnya apalagi bila keadaan sang ayah sedang sakit keras. Namun pilunya, empat anak asal Australia ini harus menerima kenyataan bahwa mereka harus membayar biaya Rp. 173 juta untuk karantina hotel bila ingin melihat ayahnya.
Melansir dari BBC, Mark Keans (39) menderita kanker stadium akhir dan dirawat di salah satu rumah sakit yang berada di Brisbane, Queensland sementara keempat anaknya berada di Kota Sydney.
Sebenarnya, mereka sudah berulang kali memohon pada otoritas Queensland agar diberikan pengecualian pembatasan perjalanan sehingga mereka bisa mengunjungi sang ayah. Sayangnya, otoritas setempat tetap menolak.
Seperti yang kita tahu, Australia saat ini menerapkan pembatasan perjalanan yang sangat ketat sebagai bentuk pengendalian pandemi Covid-19, termasuk pada pergerakan antar negara bagian.
Awalnya, Keans diberitahu bahwa ia harus memilih hanya satu anaknya yang diizinkan buat menjenguknya. Tapi akhirnya pemerintah setempat setuju mengizinkan semua anak Keans bertemu ayah mereka dengan syarat mereka bersedia dikarantina selama dua minggu di hotel dengan biaya sendiri.
Selain itu, mereka juga hanya bisa mengunjungi sang ayah dengan memakai APD lengkap.Tentu saja syarat ini membuat keluarga Keans keberatan karena biaya yang besar.
" Istri saya berbalik dan berkata bahwa yang kamu harapkan buat kami bayarkan itu lebih banyak uang untuk mengunjunginya, lalu berapa biaya untuk menguburkannya," kata ayah Keans, Bruce Langborne.
Kesulian yang dihadapi keluarga Keans ini akhirnya terdengar publik. Situs online GoFundMe kemudian dibuat dengan tujuan menggalang dana sebesar A$ 30.000 atau setara Rp. 326 juta. Tapi nggak disangka, dana yang terkumpul malah melebihi target dan mencapai Rp. 2,1 miliar.
Bahkan, Perdana Menteri Australia Scott Morrison menyumbangkan Rp. 10 juta bagi keluarga Keans ini.
Kolom komentar halaman GoFundMe itu pun juga dibanjiri dukungan oleh masyarakat sementara nggak sedikit juga yang melayangkan kritik keras pada pemerintah Queensland.
" Saya menyumbang karena kami, tidak seperti Perdana Menteri Queensland, adalah orang-orang yang berbelas kasih yang tidak ingin melihat anak-anak Mark menderita selama sisa hari-hari mereka karena tidak dapat mengunjungi ayah mereka yang sekarat," tulis seorang donatur.
Menanggapi hal ini, otoritas kesehatan Queensland membela keputusannya.
" Kami berada di tengah pandemi global dan kami perlu melindungi komunitas kami, terutama anggota yang paling rentan. Kami memahami bahwa protokol kesehatan yang diberlakukan sangat ketat, tetapi dirancang untuk melindungi warga Queensland," terangnya.