Walau Tak Indah Dimatamu, Memangnya Perlu Banget Komentarin Fisik Orang Lain?

Reporter : Dhewi Bayu Larasati
Jumat, 4 September 2020 11:07
Walau Tak Indah Dimatamu, Memangnya Perlu Banget Komentarin Fisik Orang Lain?
Mana nih yang katanya 'women supporting women'?

Setiap wanita di dunia pasti pernah merasa insecure dengan bentuk tubuhnya. Merasa kurang langsing, merasa terlalu kurus, tidak cantik, berkulit tak menawan, dan lainnya. Miranda Kerr saja pernah was-was dengan penampilannya sendiri kok.

Dan di saat kita sedang berjuang untuk 'body positivity' yakni menerima dengan baik bentuk tubuh kita, ternyata masih ada juga yang mengomentari kurangnya penampilan orang lain. Mirisnya kadang itu dilakukan oleh sesama perempuan! Lho, katanya 'women supporting women?'

1 dari 5 halaman

Saat ini media sosial sedang rame banget ngomongin selebgram Revina yang mengomentari fisik seseorang di gym, lengkap dengan penjabaran gimana penampilan orang tersebut. Katanya sih, polusi visual. Netizen tentu aja kecewa karena Revina adalah salah satu public figure yang kenceng banget ngomongin self-love dan mental health.

Meski mungkin 'pemandangan' yang tersaji di depan mata dinilai tak indah, tapi ngomentarin penampilan orang tuh nggak baik, tauk.

Ya tentu saja setiap orang nggak bisa mengontrol orang lain harus berpakaian seperti apa. Suka-suka mereka dong ya. Lagi pula mereka pasti alasan tersendiri. Tapi ketika ada hal yang nggak nyaman di mata kamu, bolehkah itu dijadikan pembenaran untuk menyakiti orang lain?

Padahal kamu punya pilihan dengan mata kamu. Yaitu, jangan dilihat.

Dan namanya juga manusia, pasti ada saja pikiran yang terlintas yang tidak bisa kita kendalikan, entah baik atau buruk. Tapi, nggak semua bisa jadikan alasan untuk mengeluarkannya apalagi harus didengar sama objek pikiran kamu.

2 dari 5 halaman

Walau Tak Indah Dimatamu, Memangnya Perlu Banget Komentarin Fisik Orang Lain?

Mengutip Psychology Today, sebenarnya ada beberapa alasan kenapa sih perempuan bisa julid sama perempuan lain.

Pertama, bisa aja itu adalah bentuk iri karena nggak memiliki apa yang perempuan lain miliki. Akhirnya mereka mencari hal lain yang menurut mereka kurang dari diri orang tersebut, sebagai afirmasi kalau mereka lebih baik. Contohnya nih, " walaupun dia pintar tapi dia gendut dan aku langsing," atau " cantik sih, tapi tidak tinggi," dan lainnya.

Kedua, bisa saja karena mereka kebiasaan melakukan hal itu. Ada juga yang merasa perlu memberikan komentar sama apa yang nggak sesuai dengan apa aja yang menurut dia nggak ideal. Singkatnya, apa aja dikomentarin deh!

Dan bisa juga sih karena mereka nggak memiliki pengetahuan dan toleransi mengenai perbedaan, termasuk pada bagaimana penampilan orang. Padahal beda itu tidak apa-apa, ya kan?

Dan menghina tubuh itu bisa sangat menyakitkan untuk orang yang mendengar. Kalo kata bu Tejo sih, " nuraninya itu lho dipake. Empatinya, Ya Allah..."

3 dari 5 halaman

Menghina Orang Lain nggak Menjadikan Kita Lebih Baik dari Dia

Saya sering takjub dengan kolom komentar para artis yang sering terisi kalimat-kalimat nyinyir dari orang yang tidak mereka kenal. Kadang saya bertanya-tanya, setelah mengetik tombol 'send' di komentar tersebut, apakah hati netizen itu merasa lebih baik? Hidupnya jadi lebih bahagia? Ada uang 10 milyar tiba-tiba masuk ke rekeningnya?

Ketika kamu menghina seseorang, yang kamu pikirkan hanyalah keburukan dia di mata kamu dan lupa tentang kebaikan-kebaikan dia. Bisa kebaikan yang tak terlihat atau memang yang nggak ingin kamu lihat. Namanya juga orang lagi julid, ya kan?

Padahal, ketika kamu menghina seseorang, sebenarnya itu adalah cerminan dari gimana hati dan pikiran kamu sendiri lho. Ayo, coba pikirkan lagi untuk ngomong jahat sama orang.

4 dari 5 halaman

Kita Nggak Tahu Apa yang Sedang Mereka Lalui

Walau Tak Indah Dimatamu, Memangnya Perlu Banget Komentarin Fisik Orang Lain?

Saya punya seorang teman yang pintar dan cantik. Bagi saya, dia cantik, meski orang lain mungkin akan langsung tertuju pada fisiknya yang menojol diantara yang lain.

Sejak kecil, dia memang yang paling chubby diantara kami, sedangkan saya adalah yang paling kurus. Bila kami kemana-mana, kami sering disebut sebagai angka 10. Saya yang jadi angka '1' nya, tentu saja.

Suatu ketika kami makan di suatu tempat. Kami sama-sama pesan ayam dan kentang dan tambahan bakso goreng satu porsi. Memang deh, porsi makan kami berdua ugal-ugalan. Dan yang saya ingat dia memesan satu porsi lagi untuk dibawa pulang. Tentu saja itu bikin meja kami jadi terlihat ramai.

Lalu, saya merasa pandangan mata dari hampir semua orang di tempat makan itu tertuju pada kami. Saya nggak bisa lupa gimana tatapan mereka. Seorang ibu-ibu yang terlihat berbisik pada anaknya lalu menatap kami bersama-sama seolah kami ini tontonan. Ada satu keluarga, seorang tukang ojek online, dua orang yang sedang berpacaran dan beberapa orang yang tidak sempat saya identifikasi lagi.

Memangnya ada yang salah dengan kami?

5 dari 5 halaman

Kami pernah ditertawakan sekelompok tukang bangunan di pinggir jalan saat kami berhenti sebentar, di atas motor. Saya yang tugas menyetir karena kaki teman saya sakit. Kami diteriaki dan dijadikan guyonan.

Atau ekspresi kesal beberapa orang yang harus mengangkat kaki mereka di kursi bioskop dan tidak bisa melihat layar selama tiga detik karena teman saya mau lewat. Mereka berkata 'duh', seolah teman saya menyakiti mereka.

Mereka adalah orang-orang yang nggak pernah tahu kalau teman saya sedang dilanda masalah besar dan salah satu mekanisme pertahanan stresnya adalah dengan makan. Tapi, untuk apa mereka tahu, ya kan?

Karena bagi kami, orang terdekatnya, dia lebih dari berharga. Semoga itu cukup baginya untuk meredam kalimat dan perlakuan jahat orang lain padanya.

Inget juga kan gimana berita meninggalnya Chadwick Boseman akibat kanker paru-paru. Publik nggak ada yang tahu kalau aktor itu menjalani proses syuting dalam kondisi sakit. Ketika penampilannya berubah semakin kurus, dirinya dibully habis-habisan. Padahal saat itu dia sedang berjuang dengan penyakit yang mematikan.

Yah, semoga kita semua tahu kalau setiap orang punya perjuangannya sendiri-sendiri dan kisah di baliknya. Dan penampilan fisik seseorang yang kurang di mata kamu bukan berarti dia kurang di mata Tuhan. Ya kan? Ya nggak sih? Ya dong!

Beri Komentar