© Shutterstock
Pernah suatu ketika saya melihat teman saya membelikan baju untuk anaknya yang bertubuh gempal. Setelah memilih dan membeli baju tersebut, kemudian di dalam mobil ia segera menggunting label ukuran pada pakaian tersebut. Saya bertanya kenapa, ia menjawab bahwa rasanya menakutkan jika seseorang akan melihat itu dan memberi mereka kesempatan untuk mengolok-olok anaknya.
Saya bingung, apakah itu hal penting yang bahkan harus kita takutkan?
Christy Harrison, seorang pakar diet, mengatakan bahwa label ukuran baju yang dikenakan anak bisa menciptakan rasa malu. Bahkan beberapa diantaranya memiliki eating disorder atau gangguan makan.
Seperti melansir parents, permasalahan anak bertubuh gempal juga hampir sama dengan orang dewasa. Misalnya waktu jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Jika diperhatikan model-model manekin yang dipajang adalah manekin yang bertubuh normal. Hal ini bisa membuat anak bertanya-tanya 'kok nggak ada yang ukuran tubuhnya seperti aku? apa aku nggak normal ya?'.
Nggak cuma itu, penelitian tahun 2015 yang diterbitkan Journal of Child Psychology and Psychiatry, menyebut bahwa 60% anak-anak yang sehari-harinya sering menonton tv, melihat internet, atau membaca majalah, akan terpengaruh oleh konsep bentuk badan ideal.
" 47 persen mengatakan gambar-gambar itu membuat mereka ingin menurunkan berat badan," kata seorang peneliti.
Oh, sekarang saya jadi mengerti mengapa teman saya melakukan hal tersebut. Ia hanya ingin melindungi anaknya selama mungkin dari kepercayaan masyarakat bahwa ukuran badan akan menentukan standar untuk nilai kita di dunia ini.
So, mulai sekarang kita harus mematahkan stigma-stigma negatif yang ada di masyarakat. Nggak cuma kurus-gemuk saja, namun juga tinggi-pendek, hitam-putih, dsb. Semoga kedepannya kita menjadi orang yang selalu menghargai orang lain, terlepas apapun suku, agama, ras, ataupun bentuk tubuhnya sekali pun. Let's make the world peace! :)