© Smartparent.sg
Kematian selalu menjadikan keluarga yang ditinggalkan berduka, tidak terkecuali anak. Memberitahukan soal berita kematian kepada anak bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini karena pemahaman anak-anak yang masih sangat terbatas dan belum bisanya anak mengontrol emosinya secara keseluruhan.
Dalam studi Jurnal PLOS Medicine Denmark pada tahun 2015, ditemukan kaitan antara kematian orang tua dan keinginan untuk bunuh diri anak saat ia dewasa kelak.
Kecenderungan ini ditemukan pada anak yang orang tuanya meninggal saat mereka masih berusia dibawah 18 tahun. Peneliti menemukan anak yang kehilangan orang tuanya karena kematian, cenderung meninggal sekitar 40 tahun kemudian.
Selain itu kecenderungan ini juga dua kali lebih berisiko pada anak laki-laki.
Meskipun begitu, tak lantas orang tua menyembunyikan berita duka ini pada anak. Pada penelitian di Amerika dan Inggris, rata-rata anak sudah paham akan konsep kematian pada usia diatas 4 tahun, meskipun pemahaman setiap anak berbeda-beda.
Saat ayah atau ibunya meninggal, anak bisa diberi penjelasan tentang keadaan yang sebenarnya dengan tidak membohongi anak. Lalu, jelaskan perubahan rutinitas yang terjadi setelah sang ayah atau ibu meninggal.
Meskipun anak bereaksi dengan sedih atau tidak terima, biarkan untuk sementara ia 'menikmati' kesedihannya, karena cepat atau lambat kesedihan tersebut akan usai. Itulah tugas orang tua untuk menemani anak. Orangtua tidak boleh membiarkan kesedihannya menumpuk terus, tapi juga tidak boleh mengabaikan lalu menghilangkannya.
Memang tidak mudah untuk menyampaikan berita duka kepada anak. Tapi dengan ketegaran hati maka hal itu akan bisa kamu lewati.