© Shutterstock.com
Air susu ibu atau ASI memang menjadi sumber nutrisi yang paling baik untuk bayi. Namun seiring dengan tumbuh kembang mereka, kita juga harus mulai mengenalkan anak pada jenis makanan lain.
Istilah MPASI mungkin sudah sering didengar oleh para ibu. MPASI merupakan makanan pendamping air susu ibu yang mudah dikonsumsi oleh bayi.
MPASI umumnya diberikan saat jumlah ASI kurang dengan tujuan membuat tumbuh kembang anak lebih optimal. Biasanya MPASI diberikan pada saat bayi berumur sekitar 4 dan 6 bulan hingga 2 tahun.
Kita tentu ingin memberikan MPASI dengan cara yang tepat pada anak. Dilansir dari Instagram Parentalk (@parentalk.id), dr. Caessar Pronocitro, Sp.A., M.Sc., yang dikenal sebagi dokter anak dari Klik Dokter, mengungkapkan beberapa kesalahan yang sering dilakukan orang tua saat memberikan MPASI pada anak.
Yuk, ketahui apa saja biar kita bisa sama-sama evaluasi Moms!
Ada dua metode pemberian MPASI yang saat ini sedang ramai dibicarakan para ibu. Pertama adalah metode spoon feeding (menyapih dengan sendok) dan yang kedua adalah baby led weaning (menyapih dengan makan sendiri).
Menurut dr. Caessar, metode pemberian MPASI ini kembali pada keputusan para orang tua. Kita punya hak untuk memilih mana yang terbaik untuk buah hati kita.
Tapi dr. Caessar juga menjelaskan tentang standar yang diberikan oleh World Health Organization (WHO). Organisasi kesehatan dunia menyaranka agar ibu memberikan makanan dengan tekstur yang naik secara bertahap.
Tahap awal pengenalan MPASI pada bayi sebaiknya dilakukan dengan memberikan makanan dengan tekstur lumat, disaring, semi-solid, atau seperti puree. Selanjutnya secara bertahap kita meningkatkan teksturnya sehingga di usia 8 bulan nanti anak mulai bisa diperkenalkan dengan fingerfoods (makanan yang bisa diambil dengan tangan bayi sendiri dan mudah hancur dalam mulut).
Jadi jangan cuma memberikan makanan yang punya tekstur menarik untuk anak. Tapi kita juga harus berusaha mengolah sumber-sumber makanan yang punya gizi lengkap supaya disukai oleh anak.
Beberapa dari kita mungkin mengajak anak untuk makan sambil melakukan kegiatan lain seperti nonton TV, bermain, atau jalan-jalan. dr. Caessar sendiri beranggapan bahwa adanya pengalihan seperti itu sebenarnya bukanlah solusi yang baik untuk jangka panjang.
" Untuk jangka pendeknya anak tampak bisa dialihkan perhatiannya, lalu mau makan. Tetapi ini tidak membentuk kondisi dimana anak itu suka atau menikmati proses makannya," ungkap dr. Caessar.
Dia juga menambahkan jika hal itu terus dilakukan, lama kelamaan anak akan menolak makanan tersebut. Akhirnya banyak orang tua yang mengalami Gerakan Tutup Mulut (GTM) dari anak.
Bahkan anak juga punya kemungkinan sulit mengenali rasa lapar dan kenyang yang ada pada dirinya di masa depan. Hal itu disebabkan oleh perhatian yang selalu teralihkan saat sedang makan.
Padahal mengenali hal itu sangat penting agar anak nggak makan secara berlebihan ataupun kekurangan makanan saat sudah besar. Jadi hal ini jangan disepelekan ya, Moms!