© Shutterstock.com
Saat ini hampir semua orang nggak bisa hidup tanpa memiliki smartphone. Keberadaan teknologi ini memang sangat membantu memudahkan kegiatan kita, terutama untuk berkomunikasi.
Smartphone kini tak hanya menjadi barang yang penting bagi orang dewasa saja. Remaja bahkan anak-anak pun kini telah mengakses smartphone.
Seperti banyak kemajuan di bidang teknologi lainnya, keberadaan smartphone tentu memiliki dampak positif dan negatif bagi penggunanya. Sebuah penelitian menemukan bahwa penggunaan smartphone ternyata bisa memberikan dampak yang buruk pada pola makan remaja.
Berikut informasi selengkapnya.
Dilansir dari Medicalxpress.com, penggunaan smartphone dalam jumlah sedang bahkan dapat mempengaruhi diet dan berat badan remaja. Sebuah studi baru dilakukan pada lebih dari 53.000 remaja di Korea.
Ditemukan bahwa remaja yang menggunakan smartphone selama lebih dari 2 jam per hari secara signifikan lebih mungkin untuk makan lebih banyak junk food dan lebih sedikit buah dan sayuran. Selanjutnya remaja yang menghabiskan lebih dari 3 jam per hari secara signifikan lebih mungkin mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
Hannah Oh, ScD, asisten profesor di Universitas Korea dan penulis senior studi tersebut mengungkapkan bahwa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa TV masih menjadi faktor penting yang meningkatkan risiko obesitas pada anak-anak dan remaja. Kemudian data yang ditemukannya menunjukkan bahwa waktu penggunaan smartphone dan jenis konten dapat secara independen mempengaruhi diet dan obesitas pada remaja.
Obesitas anak mulai cukup marak di banyak negara. Anak-anak dengan obesitas cenderi menjadi gemuk saat dewasa dan menghadapi risiko penyakit jantung, diabetes, dan masalah kesehatan lainnya.
Penelitian tersebut dilakukan pada remaja Korea berusia 12-18 tahun. Ditemukan bahwa perilaku nggak sehat dan kelebihan berat badan meningkat seiring dengan meningkatnya penggunaan smartphone setiap hari.
Remaja yang menghabiskan 5 jam atau lebih per hari dengan ponsel mereka lebih mungkin untuk mengonsumsi minuman manis berkarbonasi dan nonkarbonasi, makanan cepat saji, keripik, dan mi instan jika dibandingkan dengan mereka yang menghabiskan waktu kurang dari 2 jam per hari. Pihak peneliti mengatakan bahwa pendorong potensi di balik tren ini bisa mencakup paparan pemasaran makanan di ruang digital.
Hal ini kemudian meningkatkan kecenderungan makan " tanpa berpikir" saat menggunakan smartphone, kurang tidur, atau perpindahan waktu yang seharusnya digunakan untuk aktivitas fisik. Peneliti menekankan perlunya memantau pemasaran makanan yang menargetkan remaja di media digital dan, jika diperlukan, bekerja untuk mencegah remaja terkena pemasaran agresif atau pesan menyesatkan tentang makanan nggak sehat.
Semoga informasi ini bisa membantu ya!