©shutterstock.com/fizkes
“Ah, anak zaman sekarang mentalnya lemah. Banyak banget kasus bunuh diri..”
Sering mendengar kalimat tersebut? Atau mungkin Anda salah satu orang yang pernah mengucapkannya setiap kali mendengar berita bunuh diri di kalangan remaja?
WHO mengestimasikan bahwa secara global, satu dari tujuh remaja yang berusia 10-19 tahun memiliki pengalaman dengan kesehatan mental. Angka yang mencengangkan, bukan? Hal ini menunjukkan sebagai orang yang lebih dewasa, kita harus lebih banyak merangkul, memahami dan memberikan fasilitas bagi kesehatan mental yang baik untuk mereka.
Perlu diingat, masa remaja merupakan waktu krusial saat anak baru belajar untuk beradaptasi dengan kehidupan sosial dan emosionalnya. Pada tahap ini, mereka sering berkaitan dengan intimidasi, pengucilan, disfungsional keluarga, masalah di sekolah, dan trauma.
Di masa remaja, seseorang mengalami perkembangan dengan perubahan signifikan pada fisik, hormon dan emosional sebagai dampak dari pubertas, pencarian jati diri dan interaksi sosial, dikutip dari Jurnal Psikologi Universitas Mulawarman. Terjadi juga peningkatan emosi yang disebabkan karena tekanan sosial, kondisi dan juga harapan baru.
Beberapa orang dewasa berpikir bahwa hal-hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar serta berkaitan dengan masa pubertas. Fase remaja adalah fase kritis perkembangan gejala psikopatologis.
Padahal di masa ini, ada banyak masalah yang terjadi dan banyak gangguan mental yang bermanifestasi untuk pertama kali. Peristiwa-peristiwa tersebut justru sering mengantarkan anak pada permasalahan mental yang mereka alami.
Nah, semakin banyak kejadian yang dialami oleh remaja, semakin besar pula potensi dampak yang akan mereka rasakan. Tentunya, permasalahan mental nggak terjadi gitu aja tanpa penyebab.
Beberapa faktor terjadinya permasalahan mental pada remaja, antara lain:
Stres adalah bagian normal dari kehidupan remaja dan dapat disebabkan oleh berbagai hal. Dilansir dari Parent, tantangan umum bagi remaja yang dapat menyebabkan mereka stres meliputi:
Beberapa penyebab depresi pada anak memang sulit diidentifikasi, namun melalui penelitian terbaru akhir-akhir ini, ternyata pola parenting orang tua memiliki peran sebagai penyebab depresi pada anak, dilansir dari Right Step.
Orang tua yang kerap bertengkar, orang tua dengan pola asuh helikopter, orang tua yang terlalu terlibat dalam kehidupan remaja, ternyata merupakan salah satu penyebab depresi mereka.
Orang tua yang melakukan kekerasan baik fisik, psikis dan juga verbal bisa menyebabkan anak mengalami kecemasan, ketakutan dan stres. Selain itu konflik keluarga dan hubungan antar keluarga yang buruk menyebabkan terganggunya kondisi emosional anak.
Selain permasalahan di atas, permasalahan mental pada remaja bisa saja terjadi karena faktor konstruksi sosial yang ada pada masyarakat, misalnya kesenjangan antar gender dan labelling. Misalnya anggapan bahwa depresi terjadi karena berkaitan dengan keimanan seseorang, membuat remaja yang harusnya mendapat penanganan medis segera, jadi terabaikan.
Penggunaan media sosial juga dinilai memiliki pengaruh terhadap fenomena permasalahan mental yang banyak dialami oleh remaja akhir-akhir ini.
Meskipun media sosial mempunyai banyak dampak positif, tetapi terlalu mendalami media sosial tentunya juga bakal membawa dampak buruk dong. Misalnya, bisa saja seseorang menjadi terobsesi untuk mendapatkan jumlah likes yang banyak pada akun media sosialnya.
Kemudian mereka membuat perbandingan antara penampilan fisiknya dengan teman sebaya yang memiliki jumlah likes lebih banyak. Peristiwa ini bisa berakhir dengan munculnya rasa tidak percaya diri, depresi, bahkan keinginan untuk bunuh diri.
Agar hal ini tidak terjadi pada orang-orang sekitarmu, penting untuk mengetahui beberapa kecenderungan seseorang ingin melakukan bunuh diri. Orang tua bisa mengenali beberapa tanda itu, seperti:
Penting banget bagi orang tua untuk mengetahui cara mengenali masalah kesehatan mental pada anak mereka, langkah apa yang harus diambil jika mereka mencurigai adanya masalah, dan siapa yang harus dihubungi jika terjadi keadaan darurat.
Saat memikirkan penyebab penyakit mental, penting juga untuk memikirkan apa yang tidak menyebabkan gangguan ini:
Berkali-kali, berbagai penelitian menunjukkan kalau faktor lingkungan dan biologis adalah penyebab kondisi mental pada seseorang. Banyak banget mitos di lingkungan yang justru berkontribusi pada melemahnya mental seseorang.
Misalnya, ketika seorang remaja depresi, banyak yang menganggap hal ini terjadi karena kesalahan remaja itu sendiri atau sifat-sifat tertentu yang mereka miliki. Rasa tersebut membaut mereka malu, stigma tersebut menjadi penghalang mereka mendapatkan penanganan.
Jadi remaja di sekitarmu mengalami masalah kesehatan mental, perlu diketahui bahwa hal ini bukan salahnya dan pilihan mereka. Gangguan kesehatan mental adalah sebuah kenyataan dan meskipun nggak selalu terlihat, tapi perlu ditangani segera.
Penulis : Alvita Maharani