© Liputan6.com/Triyasni
Penyebaran COVID-19 benar-benar sudah mengubah banyak hal, salah satunya di bidang pendidikan.
Setelah beberapa waktu lalu memutuskan untuk menerapkan sistem belajar mandiri di mana siswa tidak diperbolehkan belajar dengan cara tatap muka di sekolah, Presiden Joko Widodo mengambil keputusan lain yang tidak kalah besar.
Hari Selasa (24/03) ini, diputuskan secara resmi bahwa kegiatan ujian nasional tahun 2020 akan ditiadakan. Keputusan itu dibuat dalam rapat terbatas tentang UN 2020 yang dilakukan pagi tadi.
Meniadakan UN sebenarnya adalah langkah yang akan diambil pada tahun 2021, namun kemudian langkah itu dipercepat setelah melihat situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan. UN sendiri harusnya akan dilangsungkan pada 30 Maret 2020.
Di luar negeri, sistem UN sudah ditinggalkan oleh beberapa negara. Bahkan mereka menerapkannya jauh lebih dulu dibanding Indonesia. Lalu bagaimana cara mereka menentukan kelulusan? Dilansir dari localschoolsnetwork.org.uk, berikut adalah ulasannya.
Finlandia sudah sering disebut sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik. Dikutip dari Finnish National Agency for Education, murid-murid di tingkat pendidikan dasar di Finlandia memang tidak perlu melakukan ujian nasional. Meski begitu, tetap diberlakukan ujian matrikulasi atau penyetaraan untuk anak usia 18-19 tahun. Ujiannya sendiri meliputi bidang bahasa, tes bahasa nasional, matematika, salah satu antara sains atau humaniora, serta ujian pilihan.
Jepang juga merupakan negara Asia dengan sistem pendidikan terbaik. World Population Review bahkan memberinya posisi di peringkat sepuluh besar dunia.
Sistem kelulusan di setiap sekolah di Jepang tidak berdasarkan standar nasional seperti yang terjadi pada sistem UN. Sebagai gantinya, sekolah-sekolah mengadakan penilaian akhir sendiri yang diawasi oleh dewan pendidikan kota.
Untuk masuk ke sekolah di tingkatan selanjutnya, para pelajar diharuskan mengikuti ujian masuk sekolah.
Korea Selatan juga tidak menerapkan sistem UN untuk penentu kelulusan, terutama untuk murid sekolah di tahap dasar sampai menengah. Sebagai gantinya, dilakukan ujian masuk untuk setiap jenjang, baik sekolah negeri maupun swasta.
Sistem pendidikan di Kanada tidak berlaku terpusat. Oleh karenanya, beberapa sekolah masih menerapkan sistem UN. Di antara sekian banyak negara bagian, Ontario adalah salah satu yang sudah tidak memberlakukan UN.
Sistem kelulusan di sekolah menengah menggunakan capaian kredit. Untuk mendapatkan ijazah, seorang siswa harus memperoleh 30 kredit di sekolah menengah dan menyelesaikan tes literasi di kelas 10.
Tidak hanya penilaian di bangku sekolah, kontribusi terhadap sekeliling juga termasuk dalam pertimbangan penerimaan ijazah. Siswa setidaknya harus menyelesaikan 40 jam keterlibatan dengan masyarakat untuk lulus.
Amerika Serikat juga tidak menerapkan sistem UN, bahkan tidak ada kualifikasi tertentu yang diberikan kepada para murid yang sudah menyelesaikan pendidikan wajib.
Untuk mendapatkan ijazah tanda kelulusan dari sekolah menengah, siswa harus lulus dari sebuah ujian komprehensif bernama Massachusetts Comprehensive Assessment System (MCAS) yang dilakukan di tingkat 10. Ujian meliputi kemampuan bahasa, sains, matematika, dan teknologi. Ijazah yang diterima kemudian juga menjadi syarat masuk ke perguruan tinggi.
Lima negara di atas termasuk ke dalam golongan negara dengan tingkat pendidikan tertinggi di dunia. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Apakah peniadaan UN akan berpengaruh baik atau justru sebaliknya?
Tentu kita berharap peniadaan UN ini dibarengi dengan pembaharuan sistem yang lebih sesuai agar bisa menghasilkan yang terbaik.