© Wam.ae
Belum selesai dengan wabah Virus Corona, kini ditemukan adanya mutasi Virus Corona yang terdeteksi di Malaysia. Hal ini diidentifikasi langsung oleh Otoritas kesehatan Negeri Jiran yang menemukan adanya strain baru Virus Corona yang diberi nama D614G.
Hal ini disampaikan oleh Deputy General of Health Malaysia Noor Hisham Abdullah melalui media sosial dalam postingan di Facebook. Dia menuliskan bahwa strain baru Virus SARS-CoV-2 ini 10 kali lebih menular dibandingkan dengan strain lainnya.
Mutasi baru ini ditemukan saat seorang pria kembali dari India, tetapi dia melanggar aturan isolasi mandiri sampai menularkan virus pada sekitar 45 orang lain. Hasil penanganan menunjukkan dari 45 kasus infeksi baru ini menunjukkan adanya 3 dari sampel yang diteliti tersebut, mengandung virus Corona yang sudah bermutasi menjadi lebih parah.
Pada unggahannya, Abdullah juga mengatakan bahwa ada kemungkinan vaksin yang dikembangkan sekarang tak akan efektif terhadap mutasi baru tersebut. Strain virus D416G ini adalah variasi strain Virus Corona baru yang pertama kalinya ditemukan di Wuhan, Cina pada Desember 2019.
Dilansir dari laman scmp.com, Virus Corona ini memang sudah bermutasi beberapa kali. Sebuah studi yang dilakukan oleh University of Bologna Italia menemukan bahwa paling tidak ada 6 strain dari Virus Corona. Mutasi yang pertama ini muncul pada tahun 2020 dan terus bermunculan sampai sekarang.
Tak hanya di Malaysia saja, mutasi strain ini juga ditemukan di Filipina. Genome Center Filipina di Quezon Citu menemukan bahwa ada mutasi virus ini dalam jumlah yang kecil. Selain itu, ditemukan pula bahwa Virus Corona yang sudah bermutasi ini mulai merambah ke Jepang yang sebelumnya tersebar di Eropa.
Sedangkan itu, Satu tim peneliti genomik menemukan bahwa ada 73 jenis virus Corona di Odisha, India setelah melacak dari 1536 sampel dan termasuk 752 sampel klinis. Meski begitu ternyata dampak dari mutasi D614G ini belum terlalu diketahui beserta penularan, penyakit, dan perkembangan vaksinnya.
Penamaan dari D614G ini merujuk pada perubahan asam amino di posisi 614 dari asam aspartik (yang disingkat D) menjadi glycine (disingkat G). Kini strain D416G menjadi jenis mutasi virus Corona yang paling dominan dalam pandemi ini. Strain ini ditemukan hingga 70 persen pada sekitar 50 ribu genom virus yang diunggah ke dalam database mutasi SARS-CoV-2.
Kebanyakan D416G ditemukan di Amerika Serikat dan Eropa, tetapi kini kemunculannya pun meningkat di Asia sejak Maret 2020. Profesor Gavin Smith dari Duke-NUS Emerging Infectious Diseases Programme mengatakan, semua virus menggandakan diri (replikasi) saat menginfeksi inang/manusia. Itulah mengapa penyebarannya bisa sampai Asia.
Dia menambahkan bahwa virus seperti Virus Corona atau virus penyebab influenza, melakukan kesalahan dalam proses replikasi. Kesalahan inilah yang muncul sebagai mutasi, terang Smith. Meski begitu, sampai kini D614G belum ditemukan di Indonesia yang dikatakan oleh Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Prof Amin Soebandrio pada laman liputan6.com (19/08).
Dari 15 tipe Virus Corona hasil penelitian Whole Genome Sequencing (WGS), yang Amin dan rekan-rekan Eijkman pelajari, tidak ditemukan adanya mutasi Virus Corona D614G. Dia menambahkan bahwa mutasi Virus Corona yang menyebabkan lebih cepat menular itu baru diamati di laboratorium, dan belum ditemukan pada kasus-kasus manusia.
Virus bermutasi seperti ini sebenarnya adalah hal yang normal dan merupakan siklusnya. Biasanya, mutasi ini akan menyebabkan berkurangnya penularan dan penyebaran virus atau menjadikannya netral, jarang yang membawa efek buruk yang mengancam.
Menurut pakar biologi patogen asal Universitas Wuhan, Cina bernama Yang Zhanqiu mengatakan kepada masyarakat bahwa hal tersebut adalah hal normal. Dia menambahkan bahwa virus ini akan beradaptasi dengan DNA masyarakat lokal. Meski begitu, belum diketahui pasti apakah dampak dari mutasi D614G ini terhadap lingkungan.
Salah satu hal yang dikhawatirkan dari munculnya D416G ini adalah pengaruhnya terhadap vaksin yang dibuat sekarang. Bila strain ini membentuk strain baru lebih dari 20 persen mutasi genetik, maka vaksinnya kemungkinan tak akan efektif. Yang Zhanqiu sendiri mengatakan bahwa kemungkinannya akan sangat rendah.
Menurutnya mutasi ini tak akan mengurangi kemanjuran sebuah vaksin. Sebuah penelitian yang dilakukan Japan's National Institute of Infectious Diseases menunjukkan bahwa mutasi virus ini sudah terjadi sejak akhir Mei dan sudah sampai di Eropa.
Profesor Amin juga mengatakan bahwa mutasi virus ini tak akan berpengaruh pada pengembangan vaksin sekarang. Jadi, tak perlu khawatir. Dia menjelaskan bahwa Virus SARS-CoV-2 ini menempel pada manusia melalui reseptor ACE2 dengan menggunakan spike protein dan receptor-binding domain (RBD) atau domain pengikat reseptor. RBD tidak memengaruhi ikatan protein spike itu ke reseptor manusia.
Peneliti Biotek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Dr Wien Kusharyoto mengatakan bahwa mutasi Virus Corona D614G tidak akan berdampak signifikan pada vaksin COVID-19 yang tengah diuji.
“ Sebetulnya, karena ada mutasi D614G itu membuat protein spike. Hal ini memungkinkan genom virus untuk masuk ke dalam sel manusia menjadi lebih stabil. Karena lebih stabil, dia akan terbentuk lebih banyak di permukaan virusnya. Kalau tidak salah ada penelitian yang mengatakan lima kali lebih banyak,” ungkap Wien saat pada Liputan6.com(19/08).
Wien juga mengungkapkan bahwa ada sebuah studi yang mengatakan bahwa mutasi Virus Corona ini malah akan membuatnya lebih mudah dinetralisasi. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan konformasi dari protein yang menyebabkan antibodi yang spesifik terhadap protein menjadi lebih mudah terikat dan otomatis akan lebih mudah menetralisir virus.
Selain itu, ada indikasi yang mengatakan bahwa mutasi ini akan menjadikan virus lebih jinak sehingga efek yang ditimbulkan ini juga akan lebih rendah. Dengan kata lain, vaksin baru untuk menangkal mutasi virus ini tidak dibutuhkan.