© Shutterstock
Pastinya kalian sudah tidak asing dengan fenomena kesurupan? Pada kondisi ini, individu yang tampak mengalami kesurupan tidak menunjukkan dirinya sendiri dan bahkan terlihat mampu melakukan hal-hal yang di luar nalar. Biasanya, kesurupan sering dikaitkan dengan kerasukan 'makhluk halus'. Hal tersebut makin didukung dengan scene-scene pada film atau cerita horror yang sering kita lihat atau dengar.
Dengan perkembangan ilmu medis dan psikiatri, fenomena kesurupan ternyata punya penjelasannya tersendiri. Yuk simak beberapa fakta di balik fenomena kesurupan dari sudut pandang medis!
Melansir Health Talk yang disiarkan langsung di Instagram pada Kamis (30/12/2021), dokter spesialis kesehatan jiwa di RS Jiwa Prof. DR. Soerojo Magelang, dr. Santi Yuliani, SpKJ, M.Sc, menjelaskan bahwa dalam ilmu kedokteran, kesurupan disebut dengan trance.
" Kesurupan ini merupakan salah satu kondisi di mana seseorang tidak mampu mengendalikan dirinya," kata dr. Santi sebagai advisor untuk organisasi kesehatan mental Sehat Mental Indonesia.
Kesurupan atau trance bisa dibagi menjadi dua jenis:
Possession trance disorder umumnya ditandai dengan perubahan drastis. Perubahan-perubahan tersebut seperti perubahan suara, berbicara dengan bahasa lain, atau melakukan hal-hal yang tidak lazim dilakukan oleh individu.
Ada beberapa faktor mengapa trance bisa terjadi. Menurut dr. Santi, faktor-faktor tersebut antara lain:
Saat ada di salah satu atau seluruh kondisi itu, badan merasa tegang dan waspada, pribadi pun jadi lebih sensitif atau hipersensitif terhadap rangsangan dari luar. Ditambah mendengar cerita menyeramkan atau berada di kondisi yang memicu trance, maka kesurupan lebih mudah terjadi.
“ Contoh, saat berjalan di tempat gelap dan baru saja mendengar cerita menyeramkan di daerah tersebut. Tegang karena mendengar cerita itu, berada di kondisi tersebut, dan semua bergejolak, terjadilah trance,” kata dr. Santi.
dr. Santi mengatakan bahwa dalam kondisi trance, seseorang bisa mengalami amnesia sesaat dan lupa apa yang terjadi atau dilakukan saat trance.
" Makanya, sering kali, pasien menunjukkan luka-luka di tubuhnya saat kesurupan. Padahal, tidak mungkin ia menyakiti diri sendiri tanpa merasakan sakit. Dalam kondisi trance, itu sangat mungkin terjadi," papar dr. Santi.
Oleh karena itu, saat orang yang kesurupan menyayat tubuhnya atau memakan benda-benda tajam yang harusnya menyebabkan rasa sakit dahsyat, mereka tak merasakannya.
Perubahan yang terjadi saat kesurupan biasanya mengikuti paparan budaya di mana pasien menetap. Misalnya, saat berada di beberapa daerah tertentu, orang kesurupan bisa bertingkah seperti makhluk setempat. Selain itu, mereka bisa berbicara dengan bahasa asing seperti Inggris, Arab, atau Mandarin, dan dialek setempat.
Tanpa sadar, orang yang kesurupan punya memori dari paparan budaya atau bahasa tersebut. Dokter Santi menjelaskan bahwa otak bisa secara sadar atau tidak sadar mempelajarinya.
" Saat kita mendengar percakapan dalam bahasa asing atau dialek setempat, secara tidak sadar otak menyimpan hal tersebut. Saat mengalami trance, terjadi ketidaksinkronan penyusunan informasi sehingga hal-hal yang tersimpan bisa dikeluarkan dari otak," dr. Santi menjelaskan.
Saat trance, terjadi perubahan gelombang otak. Biasa digunakan sehari-hari, gelombang otak alfa dan beta memang membuat seseorang menahan diri. Tapi, saat trance, gelombang otak berpindah ke teta. Alhasil, orang itu tak menahan diri lagi.
“ Inilah kenapa bisa lancar berbicara dalam bahasa lain atau melakukan hal-hal yang tidak biasa dilakukan karena berisiko. Saat boundaries itu hilang, pribadi jadi lebih berani dan berubah. Itulah kenapa dikira ada sesuatu yang merasukinya, padahal sebenarnya perubahan tersebut saat jelas,” papar dr. Santi.
Gak cuma saat kerasukan, sebenarnya perubahan posisi gelombang otak ini juga bisa terjadi saat hipnotis. Saat gelombang otak dipaksa berubah ke teta, semua hambatan dalam diri pun terbuka.
Selain kesurupan biasa, kalian pasti juga sudah tidak asing dengan kesurupan massal seperti yang terjadi di sekolah atau saat kegiatan pramuka? Fenomena ini bisa disebut mirroring. Saat kita melihat sesuatu, otak menangkap hal tersebut dan membuat kita seolah-olah berada di kondisi itu juga.
“ Contohnya, saat melihat orang lain menguap, kita ikut menguap,” imbuh dr. Santi.
Karena kesurupan bukanlah penyakit yang bisa menular, memang kesurupan massal tidak masuk akal. Tapi, karena kita terbawa kondisi yang sifatnya menekan, kita melakukan hal yang sama, inilah yang bisa memicu kesurupan massal.
“ Jadi, saat kita sedang ketakutan lalu ada orang kesurupan dan tubuh kita masuk ke fase tension, maka otak pun membuat kita merasakan hal serupa. Fenomena mirroring ini yang menjadi penjelasan mengapa kesurupan massal bisa terjadi."
Saat mengalami kesurupan atau trance, zat kimia dan/atau gelombang otak tidak stabil. Perlu diketahui, saat trance, otak memproduksi dopamin berlebihan. Ketidakstabilan ini tidak bisa serta merta kembali semula begitu saja.
“ Sama seperti jika mengalami kenaikan gula darah. Jika gula darah tinggi, kembalinya tingkat gula darah juga tidak bisa cepat. Nah, sama seperti zat pada otak,” kata dr. Santi.
Kalau sekali trance pengembalian kondisi otak bisa memakan waktu kurang lebih 1–2 minggu, maka kondisi otak bisa rusak kalau kesurupan terjadi berkali-kali. Makin lama pengembalian kondisi otak ke kondisi normal, maka makin banyak perilaku otak yang terganggu.
“ Itulah kenapa akhirnya bisa menjadi gangguan mental yang sebenarnya, seperti halusinasi, waham, merasa seperti benar-benar dirasuki, atau bahkan mendengar bisikan untuk menyakiti diri sendiri karena merasa dikendalikan sesuatu yang bukan dirinya sendiri,” lanjut dr. Santi.
Perlu diketahui, bahwa kesurupan bisa sembuh 100 persen. Selain itu, anggapan terhadap kesurupan harus berubah, yaitu kondisi medis atau mental yang sebenarnya bisa ditangani dan memang butuh pertolongan medis secepatnya.
" Jika trance dibiarkan, maka kerusakan pada otak bisa makin parah. Oleh karena itu, makin cepat bantuan diberikan, makin besar harapan untuk pulih," tekan dr. Santi.
Salah satu pengobatan yang umum adalah memberikan dopamine blocker untuk mengontrol produksi dopamin otak. Itulah kenapa, saat seseorang mengalami trance dan dilarikan ke rumah sakit, tindakan pertamanya adalah disuntik.
“ Bukan suntikan penenang, melainkan dengan dopamine blocker agar dopamin dalam otak bisa diblok,” jelas dr. Santi.
Tidak hanya saat trance, pemulihan pasca-kesurupan juga penting. Ada beberapa kondisi pasien yang harus 'dibersihkan'. Perlu dilihat apakah zat kimia pada otak sudah seimbang atau gelombang otaknya sudah kembali seperti semula. Hal ini demi mencegah kambuhnya kesurupan di kemudian hari.
“ Kenapa trance bisa berulang? Mungkin dia tidak kembali ke dalam posisi semula sebelum trance, yaitu saat gelombang dan zat kimia pada otaknya masih dalam keadaan bagus,” kata dr. Santi.
Ada beberapa kasus pasca-trance yang berlanjut menjadi halusinasi atau delusi atau waham. Ini karena produksi dopamin masih tidak seimbang sehingga pasien mengalami halusinasi visual dan audio.
“ Sering kali, orang menduga kalau ‘jin atau setannya belum keluar’. Padahal, ini adalah gejala sisa [post-trance] karena zat atau gelombang otak tidak kembali ke semula,” tambahnya.
Nah, jadi paham kan sekarang? Semoga informasi ini bermanfaat ya untuk kalian semua!