© 2021 Shutterstock.com/MIA Studio
Gejala epilepsi yang utama adalah kejang. Tapi ternyata nggak cuman itu daong dan gimana cara membedakannya dengan kejang lainnya?
Epilepsi adalah gangguan kronis di mana penderitanya mengalami kejang berulang tanpa sebab apapun. Kejang sendiri terjadi karena adanya arus tiba-tiba aktivitas listrik di dalam otak. Dan seseorang disebut menderita epilepsi ketika pernah dua kali mengalami kejang tanpa sebab, atau tanpa adanya kondisi medis yang diketahui.
Lebih lanjut mengenai penyakit dan gejala epilepsi, yuk pantengin dulu ulasan Diadona berikut ini.
Gejala epilepsi berupa kejang ringan seringkali sulit dikenali karena cuman berlangsung selama beberapa detik saat penderitanya mungkin berada dalam fase kurang sadar. Nah sedangkan gejala yang kuat melingkupi kejang dan otot berkedut, yang nggak terkendali.
Gejala epilepsi bisa berlangsung selama beberapa detik hingga beberapa menit. Selama kejang, beberapa penderita bisa merasa bingung bahkan hilang kesadaraan. Kemudian setelah fase tersebut berakhir, penderita mungkin nggak ingat tentang apa yang barusan terjadi.
Secara umum nih gejala epilepsi berupa kejang ditandai dengan:
Gejala epilepsi kejang ini bervariasi tergantung jenis pada kejangnya. Kebanyakan nih seseorang dengan penyakit epilepsi bakalan mengalami kejang yang sama setiap kali terjadi sehingga gejalanya juga akan sama.
Gejala epilepsi sebenarnya membedakan kejang dalam beberapa jenis, yakni:
Ketika kejang muncul akibat aktivitas abnormal hanya di satu area otak penderita, itu disebut kejang fokal (parsial). Kejang ini terbagi dalam dua jenis yakni:
Kejang ini nggak menyebabkan hilangnya kesadaran. Penderitanya bisa mengubah emosi atau mengubah cara gimana melihat suatu benda, mencium,merasakan atau bersuara.
Kejang ini melibatkan perubahan atau kehilangan kesadaran. Selama kejang ini, penderita bakalan menatap ke ruang hampa trus nggak merespon lingkungan secara normal, trus juga jadi melakukan gerakan berulang seperti menggosok tangan, mengunyah ,menelan atau berjalan.
Ini terjadi dengan melibatkan semua area otak. Ada enam kejang umum yang terjadi, diantaranya
Ini terjadi pada anak-anak dan ditandai dengan menatap ke ruang hampa atau gerakan tubuh yang halus seperti mata yang berkedip atau bibir yang mengatup. Kejang ini bisa menyebabkn hilangnya kesadaran singkat.
Kejang tonik yang dialami penderita penyakit epilepsi dapat menyebabkan kekakuan otot. Yang terdampak, biasanya otot di punggung, lengan, kaki dan ini bisa lho bikin kamu jatuh ke tanah.
Kejang pada penderita penyakit epilepsi ini berhubungan dengan gerakan otot yang tersentak-sentak atau berirama, yang biasanya menyerang leher, wajah, atau lengan.
Kejang mioklonik biasanya muncul sebagai sentakan singkat pada lengan atau kaki
Pada penderita epilepsi, kejang ini paing dramatis dan bisa bikin penderitanya hilang kesadaran secara tiba-tiba. Tubuh jadi kaku, trus gemetar, dan kadang-kadang kehilangan kontrol kandung kemih trus penderita juga bisa menggigit lidahnya.
Sayangnya nih gejala epilepsi pada bayi berupa kejang hampir sama dengan gerakan bayi pada umumnya. Maka bila orang tua ragu, penting untuk merekam anak yang sedang mengalami kemungkinan kejang lalu menyerahkannya kepada dokter spesialis.
Bila tak tersedia kamera, bisa dengan melakukan pengamatan secara mendetail. Informasi yang detail mengenai gejala epilepsi yang mungkin daialami bayi sangat membantu dokter dalam menentukan jenis kejang yang mereka alami, apa penyebabnya, dan jenis perawatan apa yang mungkin dibutuhkan bayi.
Bayi yang lahir prematur sangat rawan mengalami kejang di satu bulan pertama lahir. Dan bila emmang kejang yang dialami adalah gejala epilepsi, penting untuk segera membawanya berobat pada dokter yang ahli. Pengobatan yang tepat bisa sangat menentukan bagaimana kesehatan bayi ke depannya.
Gejala epilepsi pada anak tergantung pada jenis kejangnya kayak yang udah Diadona share sebelumnya. Secara umum, melansir dari Hopkins Medicine, gejalanya adalah sebagai berikut:
Gejala epilepsi harus segera mendapatkan penanganan karena sangat berisiko fatal