© Shutterstock.com
Belakangan ini, istilah happy hypoxia kembali menjadi sorotan. Pasalnya melansir dari Detik.com, di Bengkayang, Kalimantan Barat, angka kematian karena covid-19 semakin meningkat dan hal tersebut disebabkan karena happy hypoxia.
I Made Putra Negara, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan dan Keluarga Berencana Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat, menjelaskan bahwa orang dengan happy hypoxia bisa menyebabkan kematian mendadak. Padahal, pengidapnya masih bisa beraktivitas seperti biasa, bahkan tertawa dan jalan-jalan.
" Kondisi tersebut membuat seseorang mengalami masalah dalam pernapasan berupa sesak napas atau dispnea. Kasus ini sudah ada di Bengkayang. Kasusnya orangnya bisa jalan-jalan, bisa ketawa-ketawa, tiba-tiba sesak napas dan meninggal. Itu yang dikenal dengan happy hypoxia. Sudah ada kasusnya di Bengkayang. Kami juga berduka ada salah satu kepala puskesmas di Bengkayang meninggal, yang juga sesaknya mendadak," jelasnya.
Melansir dari Medical News Today, happy hypoxia merupakan kondisi seseorang yang kadar oksigen di dalam tubuhnya menurun secara drastis, namun tidak ada gejala-gejala yang ditunjukan dari tubuh terkait hal tersebut. Padahal, seharusnya orang dengan kadar oksigen yang lemah seharusnya menunjukan gejala-gejala seperti sesak napas, batuk-batuk, napas berbunyi, dan jantung berdetak cepat.
Untuk orang dengan happy hypoxia, gejal-gejala tersebut tidak terlihat. Mereka terlihat seperti orang normal pada umumnya, masih bisa beraktivitas, melakukan ini itu seperti biasa. Padahal, organ-organ vitalnya sedang perlu pertolongan dengan segera karena kekurangan banyak oksigen.
Kondisi seperti ini. Orang dengan happy hypoxia otaknya itu sedang tidak sadar serta tidak mengenali bahwa oksigen di dalam darahnya telah berkurang secara drastis. Hal ini disampaikan oleh Dr. Martin J. TObin, profesor kedokteran paru dan perawatan kritis di Loyola University Medical Center.
" Saat kadar oksigen menurun pada pasien dengan covid-19, otak tidak merespons meski oksigen turun ke tingkat yang sangat rendah."
Berhubungan dengan hal tersebut, dr. Erlina Burhan MSc, SpP, spesialis paru dari RS Persahabatan, menjelaskan di kanal Youtube BNPB bahwa alasan kenapa orang dengan happy hypoxia tidak menunjukkan gejala walaupun kekurangan banyak oksigen karena terdapat kerusakan saraf.
" Tapi pada beberapa pasien covid-19 kondisi (sesak) tidak terjadi karena sudah ada kerusakan pengiriman sinyal ke otak," jelasnya.
Oleh karena itu, penting banget nih untuk mengetahui kondisi oksigen kita secara rutin untuk mengantisipasi happy hypoxia. Caranya bisa dengan mengukur sendiri dengan menggunakan alat oximeter.
Yuk, cegah sejak sekarang!