© 2019 Https://www.diadona.id/@tinybuddha.com
"Don't ever compare yourself to others".
Hidup untuk bahagia atau bahagia untuk hidup? Banyak cara untuk menciptakan kebahagiaan, nggak jarang juga dengan cara-cara yang sederhana. Tapi, nggak seharusnya kita membandingkan diri sendiri dengan orang lain, apalagi perihal pencapaian dan cara untuk mendapatkannya.
Seperti yang dilansir dari Yourtango (23/1), kamu akan merasa tertekan jika berusaha menyamai tingkat kesuksesan teman atau tetanggamu. Apalagi dengan adanya peran media sosial di hidup kita yang memudahkan diri untuk membandingkan dengan orang lain. Banyak orang-orang yang membuang waktu dan uangnya untuk hal-hal yang tidak dimiliki. Bermaksud untuk mencapai ketertinggalan dari milik orang lain. Mengikuti gaya hidup orang lain hanya untuk memamerkan kekayaan yang setara.
Bahkan, ada istilah bentuk pengeluaran ini sebagai ajang pamer kekayaan di media sosial. Orang-orang membuat orang lain percaya bahwa dirinya memiliki nilai sosial yang tinggi untuk dikonsumsi publik. Kamu termasuk nggak, tuh?
Saat kamu berhadapan dengan uang, kamu lebih memilih untuk memikirankan bagaimana meningkatkan emosional terkait hal-hal yang diinginkan dalam hidup daripada hal-hal yang lebih praktis. Kamu lebih mengikuti keinginan daripada otak yang mengendalikan. Kamu punya keyakinan yang dalam tentang apa yang harus dimiliki, di mana harus tinggal, pakai baju apa, di mana harus berlibur, dan lain-lain sebagainya. Parahnya hal-hal tersebut bukan hanya keinginanmu tapi juga masuk kategori " benar" dan " salah" .
Ya, bukan benar atau salah tapi benar dan salah. Di mana kamu merasa benar jika memilikinya dan salah jika tidak. Kamu juga memiliki gambaran ideal tentang siapa yang diyakini untuk memperkuat citra setiap membeli barang-barang keinginanmu. Biasanya orang tersebut adalah idola atau panutannmu untuk ditiru kesuksesannya.
Menurut Indeks Keamanan Finansial Negara, lebih dari setengah populasi hasil survei yang mengaku membelanjakan lebih dari yang mereka peroleh setiap bulannya, paling tidak sesekali. Hasilnya juga menunjukkan bahwa 21 persen menagku pengeluaran bulanan mereka bisa melebihi pendapatan selama setengah tahun. Bahkan mungkin kamu tidak bisa membeli gaya hidup yang membuatmu iri.
Pernah nggak sih kamu ingin membeli barang karena bermerek meski harganya mahal agar teman-temanmu mengakuimu? Atau mungkin kamu merasa dengan memiliki barang A kamu akan bahagia? Maka bisa jadi kamu tertekan untuk memilikinya dan tidak benar-benar bahagia. Jangan sampai kamu lebih mementingkan penampilan daripada menghindari hutang dan bunga. Malahan tiga tahun ke belakang, bukan pebisnis yang bangkrut melainkan konsumen itu sendiri.
Cara mengatasi ketiga hal tersebut adalah kamu perlu memperhatikan dan memerangi pola pikirmu tentang jebakan ini. Kamu perhatikan juga siapa sih yang membuatmu iri dan apa sebabnya. Dengan begitu, kamu akan bisa memulai untuk menemukan hal-hal yang berharga sesuai dengan dirimu sendiri dan gaya hidupmu.
Bukan hidup untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Apalagi behind the scenes orang-orang mencapai kesuksesannya dengan milikmu. Semua orang mempunyai proses dan porsinya masing-masing.