© Shutterstock
Sebagai manusia kamu pasti pernah merasa jijik, entah itu terhadap makanan, muntahan, feses, atau sesuatu menjijikkan lainnya. Kamu juga mungkin bisa merasakan perasaan tersebut terhadap suatu hal yang mungkin orang anggap biasa. Tenang, itu adalah hal yang sangat manusia, kok!
Tapi, pernahkah kamu berpikir, kenapa dan bagaimana manusia bisa merasakan jijik? Daripada penasaran, simak penjelasannya yuk!
Jijik adalah respons seseorang terhadap sesuatu yang tidak disuka, tidak nyaman, dan yang merasa perlu dihindari. Biasanya respons ini ditunjukkan dengan ekspresi wajah mengerutkan hidung atau mengangkat bibir, atau melalui kata-kata seperti " ewh" , " iuh" , dsb.
Terkadang, perasaan ini juga menimbulkan gejala lain, seperti nafsu makan berkurang, mual, atau bahkan merasa ingin muntah.
Jijik adalah perasaan yang muncul secara alami dan setiap orang pun pasti mempunyai naluri untuk merasakannya. Artinya, respons ini muncul begitu saja, tanpa perlu dipelajari. Perasaan jijik bergantung pada pengalaman, sosialisasi, kepribadian, dan konteks. Hal ini merupakan emosi yang sangat kompleks dan rumit.
Tentunya, ada peran otak yang memunculkan perasaan tersebut. Adapun bagian otak yang berperan memproses perasaan ini, yaitu insula anterior. Bagian otak ini juga memproses empati serta bagaimana tubuh melindungi diri dari hal-hal yang membuat seseorang tidak nyaman.
Melansir laman PBS, perasaan jijik justru baik terutama untuk kesehatan karena bisa membantu menghindari hal-hal yang berbahaya, seperti kuman atau racun. Karena dengan merasa jijik, kamu akan berusaha untuk melepaskan diri dari zat atau bahan berbahaya tersebut atau mencegah diri bersentuhan dengannya.
Terlebih, pemicu rasa jijik sering berkaitan dengan hal-hal yang kotor atau yang tidak baik untuk kebersihan dan kesehatan tubuh. Alhasil, kamu pun terbiasa menerapkan cara untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, rasa jijik melindungi diri dari hal-hal yang membuat Anda tidak nyaman. Tapi, perasaan jijik itu bisa kamu kendalikan, terutama untuk tujuan yang baik dan yang tak menimbulkan ancaman. Caranya dengan berempati pada sesuatu yang memicu perasaan tersebut.
Sebagai contoh, bila kamu merasa jijik terhadap luka di kakimu, cobalah untuk berempati terhadap diri sendiri.
Dengan merasa empati, kamu jadi termotivasi untuk membuat diri menjadi lebih baik, dan akan muncul keberanian untuk membersihkan dan mengobati tersebut agar cepat sembuh.
Lama-kelamaan, perasaan jijik terhadap luka mungkin akan hilang. Ini juga berlaku bila kamu merasakan perasaan tersebut pada orang lain.
Gimana, paham kan sekarang? Semoga informasi ini bermanfaat ya!