© 2021 Shutterstock.com - Edited By Diadona.id
Kalimat-kalimat itu sudah familiar di telinga kita sejak bertahun-tahun lamanya. MSG sejatinya adalah singkatan dari Monosodium Glutamate, yakni penyedap makanan yang cukup dikenal. Di Indonesia sering disebut sebagai vitsin atau micin.
Makin ke sini, MSG dituduh sebagai biang keladi munculnya berbagai penyakit pada manusia, salah satunya adalah kanker. Sampai sekarang berita tentang MSG atau micin jadi penyebab kanker sudah melekat erat dan sulit sekali dilepaskan dari benak masyarakat.
Pertanyaannya, bener gak sih MSG bikin penyakit?
Sebelum lebih jauh, mari kita simak dulu perjalanan hidup Si MSG lahir di dunia yang penuh drama ini.
Pada tahun 1968, Dr Robert Ho Man Kwok menulis surat kepada editor sebuah media dan dimuat di New England Journal of Medicine di Amerika Serikat. Dalam surat kirimannya tersebut, pria China yang tinggal di Amerika tersebut menggunakan judul yang begitu menarik, yaitu Chinese Restaurant Syndrome.
Isi dari surat tersebut adalah pengalaman pribadinya saat makan di restoran China yang terletak di Amerika. Dr Robert selalu mengalami gejala aneh yang dirasakan antara 15 hingga 20 menit setelah menyantap Chinese Food.
Dari pengakuan Dr Robert, gejala aneh yang dirasakannya berlangsung selama kurang lebih dua jam. Dia merasa kebas di daerah belakang leher, kemudian menjalar hingga ke tangan dan punggung serta merasa lemah yang diikuti dengan jantung berdebar. Ngeri gak, tuh?
Sebenarnya Dr Robert sama sekali nggak memiliki jawaban atas apa yang menimpanya dalam surat tersebut. Dia berspekulasi bahwa gejala tersebut dipicu oleh empat hal. Pertama, kandungan wine (minuman beralkohol) yang kerap dipakai di Chinese Food. Kedua, karena kandungan garam yang terlalu banyak. Ketiga, pemakaian MSG. Dan keempat adalah kolaborasi wine, garam yang terlalu banyak dan juga MSG di restoran China.
Menariknya, di akhir surat Dr Robert mengimbau kalangan medis untuk meneliti gejala anehnya tersebut dan menyatakan dirinya siap bekerja sama.
Nggak butuh waktu lama. Sejak penayangan surat tersebut, New England Journal of Medicine langsung kebanjiran surat dari pembaca. Semua orang kompak menyatakan bahwa gejala-gejala aneh yang dirasakan Dr Robert adalah benar adanya dan dirasakan oleh mereka yang usai mengonsumi Chinese Food. Termasuk gejala pusing dan keringat dingin.
Anehnya, redaksi New England Journal of Medicine mengamini gejala penyakit yang diderita banyak orang itu adalah MSG.
Entah apa pertimbangannya sehingga dengan lantang mengklaim MSG adalah satu-satunya penyebab terjadinya gejala aneh setelah makan Chinese food. Padahal, di surat pertama yang dilayangkan oleh Dr Robert juga menyebutkan adanya kemungkinan-kemungkinan lain, seperti wine dan garam yang berlebihan.
Apesnya lagi, pernyataan New England Journal of Medicine yang kurang berdasar tersebut langsung dikutip dan dimuat di berbagai surat kabar di Amerika Serikat. geger, dong satu negara. Karena MSG kala itu identik dengan Chinese Food.
Perlahan namun pasti, opini MSG berbahaya bagi kesehatan di Amerika mulai menyebar tanpa kendali. Pernyataan tanpa bukti ilmiah tersebut bahkan terdengar dengan cepat di berbagai negara di luar Amerika hinga puluhan tahun lamanya.
Fenomena apa ini?
Sejatinya peristiwa MSG dituduh sebagai biang penyakit ini bisa diteorikan. Berlagak ilmiah yuk, sekali-sekali.
Pada tahun 1920an, Harold Dwight Lasswell atau yang dikenal dengan Harold Lasswell pernah mengemukakan sebuah teori komunikasi massa yang disebut sebagai Teori Jarum Hipodermik. Biasa juga dikenal dengan Teori Peluru.
Seorang ilmuwan politik terkenal asal Amerika ini menyebutkan bahwa sebuah pesan dari media digambarkan seperti sebuah peluru ajaib yang memasuki pikiran khalayak dan menyuntikkan beberapa pesan khusus. Teori ini juga menjelaskan bagaimana media mengontrol apa yang khalayak lihat dan apa yang khalayak dengar. Menurut teori ini, efek media terhadap massa bersifat langsung atau tertunda di masa depan.
Penulis buku Propaganda Technique in the World War ini juga mendapatkan dukungan dari berbagai ilmuwan lain, salah satunya adalah Berger. Dia menyebutkan bahwa teori jarum hipodermik atau teori peluru mengasumsikan pesan-pesan media adalah seperti peluru yang ditembakkan dari senjata media ke dalam kepala khalayak. Sulit dihindari dan tajam ke otak serta memengaruhi pikiran.
Pada kasus MSG yang dianggap sebagai penyebab dari timbulnya sederet penyakit berbahaya jelas adalah pembuktian nyata tentang teori jarum hipodermik milik Harold Lasswell.
Lalu MSG ini sebenarnya apa?
Mundur ke belakang, MSG sejatinya ditemukan oleh ahli kimia asal Jepang, yaitu Kikunae Ikeda pada tahun 1908. Jauh sebelum Indonesia merdeka, orang Jepang sudah konsumsi micin, lho!
Hadirnya MSG ini sebenarnya sebagai penambah rasa gurih pada makanan. Ikeda, rasa gurih ini disebut sebagai rasa kelima atau umami setelah rasa yang sebelumnya sudah dikenal manusia, antara lain: manis, asam, asin, dan pahit.
Secara alami, kandungan Monosodium Glutamate bisa ditemukan pada tomat dan juga keju. Negara-negara yang pertama kali menggunakan MSG adalah Jepang, China, dan Taiwan. MSG pertama yang diproduksi oleh Jepang dijual dengan merek Aji No Moto.
Sementara itu, Amerika baru mengenal MSG setelah 30 tahun berselang. MSG banyak digunakan pada 1930an di Amerika saat sudah merajalela Chinese food di negara tersebut. Selain digunakan pada Chinese Food, MSG juga kerap digunakan sebagai tambahan penyedap untuk makanan tentara Amerika yang identik dengan rasa hambar.
Sejak saat itu, di kisaran tahun 1930an hingga 1941 Amerika adalah negara pengguna terbesar MSG di dunia. Hal ini disebabkan oleh MSG yang dikapalkan dalam jumlah besar ke negara tersebut. Tujuannya adalah sebagai bahan produksi sejumlah snack, makanan beku, makanan kaleng, hingga produk ayam goreng Amerika terkenal, yakni KFC.
Jadi sebenarnya, warga Amerika sudah menikmati MSG dalam rupa makanan yang beragam. Bukan hanya Chinese Food. Tapi yang dituduh bawa penyakit malah Chinese Food. Sedih, yaa... :(
Sejak geger masalah MSG yang dituding sebagai sumber penyakit, akhirnya berbagai penelitian dilakukan. Lantas bagaimana dengan hasilnya?
Penelitian yang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan mendapatkan hasil bahwa MSG sangatlah buruk bagi kesehatan. Monosodium Glutamate dicap dapat menyebabkan kanker, kebodohan, sakit kepala, Alzheimer, asma, dan lain sebagainya.
Sayangnya penelitian tersebut cukup lemah. Tidak ada korelasi dampak langsung MSG seperti yang disebutkan. Namun karena teori jarum hipodermik bekerja dengan sangat baik, sangat sulit menghapuskan pandangan buruk tentang MSG.
Ditambah lagi, memang ada beberapa orang yang memiliki alergi terhadap MSG dan dianjurkan tidak mengonsumsinya. Namun sekali lagi, bukan berari MSG berbahaya bagi tubuh manusia.
Apakah penelitiannya berhenti di situ? Tentu tidak!
Penelitian bersama dilakukan oleh badan PBB, yakni WHO (World Health Organization) dan FAO (Food Agriculture Organization). Mereka menyimpulkan bahwa Chinese Restaurant Syndrome didasarkan atas anecdotal evidence atau bukti berdasarkan asumsi pribadi dan bukan sebuah fakta sains.
Sayangnya, opini publik yang membabi buta berhasil menjatuhkan reputasi MSG di mata dunia. Di tahun-tahun itu, hampir semua restoran chinese food memasang tulisan NO MSG di depan kedainya. Tujuannya untuk meyakinkan pembeli bahwa makanannya aman dikonsumsi.
Nggak cuma itu saja, banyak produk makanan ringan Amerika dilabeli NO MSG guna menjaga tetap laku. Anehnya, warga Amerika masih tetap menyantap sejumlah produk seperti KFC, Doritos, Pringles, Cheetos, atau mie instan yang sudah jelas-jelas mengandung MSG.
Aneh, kan?
Pemerintah Amerika juga terlihat tidak yakin atau ragu-ragu menyikapi fenomena MSG ini. Hingga akhirnya pada tahun 1986, pihaknya melalui Food and Drug Administration menyatakan bahwa MSG tidak berbahaya dan layak dikonsumsi. Akhirnyaaa...
Apakah masalah selesai?
Belum. Orang-orang Asia begitu jengkel melihat bagaimana pemerintah Amerika menyikapi perihal MSG. Banyak dari pengusaha chinese food sudah keburu kehilangan pelanggan dan mendapat cap buruk gara-gara Chinese Restaurant Syndrome. Namun mereka tidak bisa berbuat banyak saat itu.
Bayangkan, semuanya disebabkan oleh Si Robert Ho Man Kwok yang menuliskan surat di New England Journal of Medicine pada tahun 1968.
Setelah difitnah tanpa alasan kurang lebih 50 tahun, salah satu produsen MSG Aji No Moto di awal 2020 akhirnya mulai protes. Menggandeng para aktivis, produsen MSG paling terkenal itu melakukan kampanye #RedifineCRS. Oiya, CRS di sini adalah Chinese Restaurant Syndrome. Mereka meminta pendefinisian ulang makna Chinese Restaurant Syndrome yang terdapat pada kamu Merriam Webster.
Di dalam kamus tersebut, CRS ditulis sebagai sebuah gejala berupa kebas pada leher, tangan, dan punggung serta merasa lemah yang diikuti dengan jantung berdebar usai menyantap Chinese Food yang banyak dibumbui dengan MSG.
Definisi ini dianggap sangat memojokkan Chinese Food dan merugikan banyak pihak. Dengan maraknya kampanye itu, kabarnya pandangan dunia tentang MSG mulai berubah. Chinese Food tumbuh dengan subur di Amerika dan negara-negara Eropa. Kekhawatiran mengenai bahaya MSG sudah menipis. Meski tidak langsun terjadi pada kurun waktu 1-2 tahun.
Terlepas dari itu semua, MSG kini benar-benar legal di berbagai negara di dunia.
Well, itulah kisah fitnah terkejam di dunia kuliner yang melintasi benua dan berlangsung puluhan tahun.
Di Indonesia sendiri, pandangan tentang MSG belum banyak berubah meski sudah banyak artikel yang menyebutkan bahwa MSG tidak berbahaya.
Nah, sekarang Diazens sudah tahu nih. Semoga bisa mencerahkan dan menginspirasi. Jangan lupa share artikel ini ke teman-teman kalian yang masih termakan hoaks MSG berbahaya agar wawasannya terbuka. Bukan itu saja, saya yang menulis juga sudah sangat panjang dengan riset yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
Jadi, kamu tim micin atau no micin nih?