© 2021 Shutterstock.com
Penyakit Schizophrenia adalah suatu penyakit mental yang kronis dan parah. Penderitanya mengalami distorsi dalam cara berpikir, persepsi, emosi, bahasa, rasa diri dan perilaku.
Penderitanya merasakan halusinasi dan juga delusi. Mereka seperti terlepas dari kenyatan yang terjadi. Bila tak diobati, penyakit ini tetap bertahan dan melumpuhkan hidup mereka.
Penyakit Schizophrenia adalah gangguan mental yang parah. Sedihnya, penelitian di tahun 2018 menyebut kalau angka prevalensi penyakit ini di Indonesia adalah 6.7 per 1000 rumah tangga. Apa artinya? Dalam 1000 rumah tangga, ada 6.7 rumah yang anggota keluarganya menderita penyakit ini.
Nggak ada obat untuk penyakit ini. Tapi para ahli terus mengembangkan penelitian yang lebih inovatif dan aman untuk penderita.
Penyakit Schizophrenia adalah penyakit yang kompleks. Saat gejala mereka muncul, mereka berhalusinasi dan berdelusi, tapi bukan berarti mereka jahat, berbahaya atau berkepribadian ganda. Sayangnya, keterbatasan akses ke fasilitas kesehatan mental membuat penderitanya tak mendapatkan penanganan yang baik.
Kambuhnya penyakit ini ditandai dengan episode di mana penderitanya nggak bisa membedakan mana yang kenyatan dan khayalan, dikutip dari Psychiatry. Tingkat keparahannya bisa bervariasi. Kemungkinan, kekambuhan terjadi atau meningkat saat penderita nggak minum obat sesuai resep, konsumsi alkohol atau obat terlarang dan paparan stres.
Gejala penyakit schizophrenia ini terbagi menjadi tiga, diantaranya:
Halusinasi, seperti mendengar suara atau melihat hal-hal yang tidak ada, paranoia dan persepsi, keyakinan, dan perilaku yang berlebihan atau menyimpang
Terjadi penurunan dan ketidak mampuan dalam berbicara, mengeskepresikan emosi dan lainnya.
Penderita mengalami kebingungan dalam berpikir, berpicara, berpikir secara logis. Kadang, mereka melakukan sesuatu yang abnormal.
Seseorang bisa didiagnosis penyakit ini bila mengalami gejala yang bertahan selama enam bulan. Gejala baisanya muncul di awal umur 20-an dalam bentuk yang halus, misalnya penurunan kinerja, terganggunya hubungan sosial. Pemeriksaan medis menyeluruh juga dilakukan untuk membedakan penyakit ini dengan penyakit neurologis lainnya yang memiliki gejala mirip.
Lalu, apakah penyebab penyakit Schizophrenia?
Para ahli percaya beberapa faktor umumnya terlibat dalam berkontribusi terhadap timbulnya Schizophrenia. Apa aja?
Kalau ada riwayat penyakit Schizophrenia pada keluarga, kemungkinan risiko untuk mengidapnya naik dari 1 persen menjadi 10 persen.
Para ahli percaya bahwa ketidakseimbangan dopamin, neurotransmitter, berperan dalam timbulnya Schizophrenia. Neurotransmitter lain, seperti serotonin , mungkin juga punya andil.
Studi neuroimaging menunjukkan perbedaan dalam struktur otak dan sistem saraf pusat penderita Schizophrenia. Tapi walau peneliti pun masih belum yakin, hasil ini menunjukkan kalau penyakit Schizophrenia adalah penyakit otak.
Masih jadi misteri apakah hubungan dalam keluarga pasien menjadi penyebab penyakit ini. Tapi, mereka sendiri percaya kalau stres atau tekanan dalam hubungan tersebut menjadi pemicu kambuhnya penyakit.
Nggak ada bukti yang pasti, tapi banyak yang menduga trauma sebelum kelahiran dan infeksi virus dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit.
Pengalaman hidup dan stres bisa menjadi pencetus awal penyakit ini. Sebelum memperlihatkan gejala akut, mereka cenderung menjadi pemarah, cemas, dan tidak fokus. Ini bisa memicu masalah hubungan, perceraian, dan pengangguran.
Nah, hal-hal tersebut sering disalahkan sebagai penyebab penyakit schizophrenia. Padahal itu semua adalah akibatnya. Oleh karena itu susah banget untuk tahu apakah penyakit Schizophrenia menyebabkan tekanan tertentu, atau justru sebaliknya.
Dikutip dari Medical News Today, sebelum tahun 2013, paranoid schizophrenia dianggap sebagai jenis penyakit Schizophrenia. Namun di tahun 2013, DSM-5 mereklasifikasi paranoia, atau delusi, sebagai gejala.
Penderita paranoid schizophrenia sering mengalami delusi yang menurut mereka nyata. Padahal, apa yang mereka pikirkan tidak ada kebenarannya.
Mereka merasa gampang curiga dengan orang lain. Akibatnya, mereka jadi nggak menjalankan fungsi dengan benar. Beberapa aspek kehidupan mereka berantakan. Dan yang lebih menyulitkan, mereka bahkan curiga dengan dokter.
Bukan nggak mungkin pikiran buruk tentang orang lain seperti berikut muncul dan menghantui mereka:
Dengan pengobatan, gejala yang dialami penderita bisa berkurang. Nah bukan berarti pengobatan bisa dihentikan setelah gejala tak lagi muncul ya karena bisa saja gejala akan kambuh kembali.
Penyakit schizophrenia rawan disalah artikan sebagai kondisi lain yang berefek buruk pada stigma penderitanya. Maka, bila kamu atau orang terdekatmu mulai merasakan gejala seperti yang Diadona tulis di atas, jangan ragu untuk segera mencari bantuan tenaga profesional ya! Ingat, jangan lakukan diagnosa kepada diri sendiri.