© 2023 Freepik.com/jcomp
Kasus stunting di Tanah Air masih menjadi salah satu yang disoroti setiap tahunnya. Karena itu, setiap daerah seakan berbondong-bondong menciptakan ide kreatif untuk mencegah stunting sejak dini.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahkan menargetkan prevalensi stunting di Indonesia bisa turun hingga 14 persen di tahun 2024 mendatang. Kasus ini tidak bisa dianggap sepele, mengingat masih banyak anak balita yang mengalaminya.
Lantas, sebenarnya stunting itu apa sih?
Dilansir dari laman kemenkes.go.id, stunting merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada anak-anak. Hal itu disebabkan karena kekurangan gizi kronis, paparan infeksi berulang, dan kurang stimulasi.
Terjadinya stunting bisa dipicu berbagai hal. Salah satunya, status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan pada balita, faktor ekonomi, budaya, dan lingkungan termasuk sanitasi dan dalam mengakses layanan kesehatan.
Anak yang mengalami stunting, biasanya pertumbuhan badannya terganggu. Sehingga menyebabkan tinggi badannya di bawah rata-rata anak seusinya,
Sementara, menurut World Health Organization (WHO) stunting adalah kondisi seorang balita yang pendek atau sangat pendek berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut usia yang kurang dari -2 standar deviasi (SD) pada kurva pertumbuhan WHO.
Hal itu terjadi dikarenakan kondisi irreversibel akibat asupan nutrisi yang tidak tepat, infeksi berulang atau kronis yang terjadi dalam 1000 hari pertama kehidupan (HPK).
Seringkali, gejala yang muncul pada kasus stunting tidak disadari, karena anak hanya diduga masa pertumbuhannya tidak sama dengan yang lain atau pendek.
Namun, sebenarnya gejala yang muncul pada stunting dapat diketahui saat anak berusia 2 tahun. Gejala anak yang mengalami stunting adalah sebagai berikut:
Tak hanya itu, bila anak menderita penyakit kronis, maka gejala stunting yang dialami sebagai berikut:
Pencegahan penyakit stunting bisa dilakukan dengan menghindari faktor-faktor yang meningkatkan risikonya. Apa saja?