© Shutterstock.com/wisely
Jika kamu memiliki tanah, sudah selayaknya kamu juga memiliki dokumen terpentingnya yaitu sertifikat tanah. Sebab, ini adalah tanda sah kepemilikan tanah atas nama seseorang yang bisa menghindarkan dari sengketa dan kasus-kasus lainnya.
Jenis sertifikat tanah ini juga ada banyak. Misal, kamu mau membeli tanah maka pahami dulu dokumen tanah tersebut dengan jelas. Pastikan sertifikat yang itu benar-benar sesuai dengan tanah yang ada. Dengan begitu, transaksi jual beli akan lebih aman.
Diadona telah merangkum jenis-jenis sertikfikat tanah dari berbagai sumber. Jadi, mari kita simak artikel ini sampai habis ya, Diazens!
© Shutterstock.com
Sertifikat ini menunjukkan kepemilikan penuh atas suatu lahan atau tanah. Pemegang SHM bebas dari masalah legalitas atau sengketa karena pihak lain tidak dapat campur tangan atas kepemilikan tanah tersebut.
SHM dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Hanya warga negara Indonesia yang dapat memiliki SHM.
Pada Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20 dijelaskan, hak milik atas tanah adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Maka dari itu, SHM berarti bukti kepemilikan tertinggi atau terkuat atas suatu tanah yang berlaku untuk selamanya dan dapat diwariskan.
Sertifikat ini memberikan hak kepada pemilik untuk menggunakan tanah milik negara atau daerah untuk kegiatan usaha tertentu, seperti pertanian, perkebunan, atau industri. HGU juga berlaku selama jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang.
Jadi, HGU diberikan untuk paling lama 25 tahun dan untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan hak guna-usaha untuk paling lama 35 tahun. Adapun HGU dapat diperpanjang hingga 25 tahun.
Kemudian, HGU ini diberikan atas tanah sedikitnya 5 hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik sesuai dengan perkembangan zaman.
Sertifikat ini memberikan hak kepada pemilik untuk membangun dan memiliki bangunan di atas tanah milik orang lain. HGB berlaku selama jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang. HGB dikeluarkan oleh BPN melalui PPAT.
Berdasarkan Undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA), hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu paling lama 30 tahun. Adapun, jangka panjang waktu tersebut dapat diperpanjang paling lama sampai 20 tahun.
Lalu, ada juga berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat dioerbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik. Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan selesai, tanah HGB kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah hak pengelolaan.
Sertifikat ini memberikan hak kepada pemilik untuk menggunakan tanah milik negara atau daerah untuk tempat tinggal atau usaha. Hak pakai juga berlaku selama jangka waktu tertentu dan dapat diperpanjang.
Adapun Hak Pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Pemberiannya dapat dilakukan cuma-cuma, pembayaran, atau pemberian jasa apapun.
Menurut Undang-undang nomor 5 tahun 1960 (UUPA), hak pakai merupakan hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-undang ini.
Petok D atau Letter D adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh desa atau kelurahan untuk tanah yang belum memiliki sertifikat resmi. Petok D bukan merupakan bukti kepemilikan yang sah, tetapi dapat digunakan sebagai dasar untuk mengajukan sertifikat.
Sebelum adanya UUPA, Petok D merupakan surat tanah untuk membuktikan kepemilikan tanah yang diakui kekuatan hukumnya. Namun, setelah UUPA diterapkan, status Petok D hanyalah menjadi alat bukti pembayaran pajak tanah.
Letter C adalah surat keterangan dari BPN yang menyatakan bahwa tanah tersebut sedang dalam proses pengukuran dan pendaftaran. Letter C bukan merupakan sertifikat resmi, tetapi dapat digunakan sebagai dasar untuk mengajukan sertifikat.
Jadi, biasanya Letter C ini adalah buku registrasi pertanahan atas kepemilikan tanah di suatu wilayah secara turun temurun. Lazimnya, buku Register pertanahan Letter C disimpan oleh Kepala Desa atau Lurah setempat.
Girik adalah surat keterangan dari desa atau kelurahan yang menyatakan bahwa tanah tersebut dimiliki oleh pemilik yang telah lama tinggal di sana. Girik bukan merupakan sertifikat resmi dan tidak dapat diwariskan.
Jadi, sertifikat girik memang sudah ada sejak zaman kolonial. Tetapi, status tanah dengan jenis sertifikat ini bukan merupakan bukti kepemilikan tanah atau hak atas tanah, melainkan hanya bukti pembayaran pajak.
Alhasil, karena masih belum diakui secara sah sebagai bentuk kepemilikan, maka girik ini dapat ditingkatkan menjadi SHM. Hal tersebut supaya tanah yang dimiliki berstatus hak milik dan tersertifikasi sah secara hukum.
Jadi, itu dia beberapa jenis sertifikat tanah yang ada dan berlaku di Indonesia. Kalau begini sudah paham dan jelas, kan ya?