© Thebalance.com
Resesi sudah jadi risiko ekonomi yang terlihat jelas di depan mata. Banyak negara di dunia telah mengalaminya, tak terkecuali negara-negara di kawasan Asia.
Di Indonesia sendiri, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional di 2020 diperkirakan akan berada di sekitar -1,1 persen hingga 0,2 persen sebagai dampak dari pandemi COVID-19. Kondisi seperti ini oleh sejumlah pakar ekonomi dipandang sebagai tanda-tanda mendekatnya kondisi resesi.
Sebagai masyarakat, kita perlu mempersiapkan strategi pengelolaan ekonomi sendiri untuk menjamin keberlangsungan hidup sehari-hari. Meski begitu, ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan. Alih-alih menjadi baik, langkah keuangan yang kita ambil malah bisa jadi awal dari krisis.
Dikutip dari Wall Street Journal, berikut ini adalah 5 kesalahan pengelolaan keuangan yang perlu dihindari saat terjadinya krisis akibat resesi.
Saat krisis datang, biasanya kita tak akan mempunyai banyak pilihan manuver. Salah satu langkah umum yang dilakukan dalam kondisi tersebut adalah melakukan early withdrawal alias penarikan aset lebih awal. Aset yang dimaksud misalnya tabungan pensiun.
Penarikan aset lebih awal bisa jadi satu kesalahan apabilan ada opsi yang sebenarnya bisa diambil lebih dulu, namun tidak terpikirkan karena langsung berfokus pada aset yang dimiliki. Sebaiknya penarikan aset dilakukan sebagai langkah terakhir.
Secara kasat mata, resesi akan menyebabkan pengurangan pemasukan dalam bentuk uang. Hal lain yang sebenarnya tak kalah penting adalah waktu.
Saat pemasukan berkurang biasanya seseorang cenderung fokus untuk memaksimalkan setiap detik waktunya untuk kegiatan yang menghasilkan pundi-pundi. Tak peduli jika usaha tersebut akan menggerus waktu luang yang dimiliki.
Perlu diingat, terlalu fokus menghasilkan uang dapat memberi pengaruh negatif untuk kebahagiaan personal dan hubungan sosialmu. Belum lagi masalah kesehatan fisik yang akan terpengaruh. Oke, kamu memang butuh uang, tapi cobalah untuk menjaga semuanya agar tetap seimbang.
Seorang karyawan biasanya akan bergantung pada bonus yang diberikan oleh perusahaan untuk menutupi pengeluaran rutin yang dilaukan.
Perlu ada pertimbangan lebih lanjut, misal, jika bonus melebihi 20 persen dari pendapatan tahunan, jangan sertakan seluruh uangmu untuk kebutuhan keluarga. Coba sisihkan juga uang yang kamu miliki untuk menabung lebih banyak, sebab beberapa perusahaan justru melakukan pengurangan bonus untuk karyawannya di kala pandemi seperti ini.
Spotify, Netflix, Disney Plus, YouTube Premium, dan masih banyak lagi layanan hiburan berlangganan yang tersedia. Nggak sedikit dari kita juga berlangganan lebih dari satu dan membuat setting tagihan menjadi autodebit. Akhirnya, setiap bulan layanan akan terbayarkan secara otomatis.
Memang lebih mudah sih, tapi ada baiknya di kala resesi seperti ini kita mulai memilah-milah, mana sih layanan yang benar-benar terpakai? Kurangi jumlah langgananmu untuk merampingkan pengeluaran. Kamu tetap bisa berlangganan lagi saat situasi keuanganmu pulih kok.
Saat krisis, kita akan cenderung ingin memangkas semua biaya, termasuk menghentikan sementara cakupan layanan kesehatan. Hal ini memang umum terjadi, terlebih untuk para wirausahawan yang harus menanggung dirinya sendiri.
Meski begitu, sebenarnya asuransi kesehatan sangatlah penting untuk tetap dimiliki, terlebih di masa pandemi seperti ini. Kita semua memiliki risiko yang sama untuk terserang penyakit. Kondisi tak terduga tanpa adanya asuransi sangat mungkin untuk merugikanmu secara finansial, alih-alih jadi berhemat.