© Shutterstock
Apa yang terlintas ketika membayangkan ruang bersalin dengan konsep konvensional di rumah sakit? Yap, ibu hamil biasanya akan diminta berada di posisi litotomi, yaitu posisi di mana Moms akan berbaring telentang dengan tungkai kaki diangkat dan lutut ditekuk.
Beberapa rumah sakit dan dokter memilih posisi ini karena memberi akses lebih mudah baik ke ibu maupun bayi.
Namun kini, posisi litotomi atau menangkang tersebut sudah banyak ditinggalkan karena banyak risiko komplikasi menyertai. Sebuah studi pada tahun 2016 membandingkan beberapa jenis posisi persalinan. Posisi litotomi ini membuat kontraksi lebih menyakitkan. Tak hanya itu, ada beragam risiko lain yang menyertai, antara lain:
Saat ada di posisi litotomi, sirkulasi darah bisa terganggu karena tubuh Moms berbaring sepenuhnya. Ini berkaitan pula dengan supine hypotension syndrome, yaitu bahaya tidur telentang bahkan sejak usia kehamilan 20 minggu.
Ketika tekanan darah drop atau turun, besar kemungkinan kontraksi terasa jauh lebih sakit dan nyeri.
Logikanya, proses mengeluarkan bayi akan jauh lebih mudah ketika searah dengan gravitasi. Itulah kenapa di era modern semakin banyak rumah sakit menggunakan birthing beds hingga posisi squat agar proses persalinan lancar.
Sementara pada posisi litotomi, justru Moms harus mengejan dan mengeluarkan bayi dengan arah melawan gravitasi. Berat badan bayi malah tidak membantu membuka serviks.
Episiotomi adalah prosedur menggunting jaringan antara vagina dan anus (perineum). Tujuannya agar bayi lebih mudah dilahirkan. Kemungkinan terjadinya episiotomi lebih besar apabila Moms melahirkan dalam posisi litotomi.
Tak hanya itu, studi pada tahun 2012 juga menemukan bahwa kemungkinan terjadinya robekan atau ruptur perineum pun lebih tinggi. Ini semua dibandingkan dengan lebih rendahnya risiko cedera perineum saat melahirkan dalam posisi squat atau berbaring ke samping.
Berdasarkan data, posisi berbaring litotomi lebih rentan memerlukan persalinan lewat metode C-section. Selain itu, ada pula kemungkinan penggunaan forceps atau alat serupa sendok besar untuk membantu mengeluarkan bayi.
Penelitian pada 100.000 kasus persalinan menemukan bahwa posisi litotomi meningkatkan risiko terjadinya cedera otot sphincter. Alasannya karena tekanan terlalu besar. Otot sphincter idealnya bertugas untuk mengendalikan aliran urine.
Sekalinya cedera, dampaknya bisa berlangsung jangka panjang mulai dari inkontinensia tinja, nyeri, rasa tidak nyaman, hingga disfungsi seksual.
Oleh sebab itu, tak ada salahnya mendiskusikan posisi saat bersalin bersama dengan dokter kandungan.'
Moms juga perlu tahu kebijakan pihak rumah sakit. Apakah sudah mengadopsi sistem yang lebih modern atau masih menggunakan ranjang bersalin dengan bentuk litotomi. Hal ini bisa menjadi pertimbangan sebelum memutuskan akan melahirkan di mana.
Semoga informasi di atas bermanfaat ya!