© Disney
Kalian semua pasti tau dengan kisah Cinderella bukan? Kisah fantasi tersebut yang menceritakan tentang seorang wanita miskin yang tiba-tiba menjadi cantik dalam semalam tersebut ternyata terbukti beneran ada lho
Hal inilah yang dinilai oleh seorang ahli psikiatri bernama Colette Dowling sebagai latar belakang dari teori Cinderella Complex (CC) atau Cinderella Syndrome.
Dan, seorang ibu hamil ternuaya bisa mengidap syndrom Cinderella tersebut. Hmm, masih bingung? yuk simak penjelsaannya
Dilansir dari The New York Times, pakar psikiatri Collette Dowling pertama kali mencetuskan teori Cinderella Complex (CC) atau Cinderella Syndrome melalui buku karyanya berjudul The Cinderella Complex: Women’s Hidden Fear of Independence (1971).
Melalui buku tersebut, Collete berpendapat bahwa semua perempuan mengalami konflik yang berhubungan dengan kemandirian.
Hal tersebut menjadi kondisi psikologi yang dihadapi karena tidak adanya didikan terkait cara menghadapi ketakutan dan mengatasi masalah.
Alhasil, para perempuan cenderung bertumbuh menjadi sosok yang bergantung dengan orang lain, terutama laki-laki, sehingga hal tersebut akan mempersulit dirinya saat ditempatkan pada situasi di mana perempuan harus menghadapi masalah seorang diri.
Umumnya, masalah tersebut muncul karena rasa takut akan hal-hal yang dibayangkan mungkin saja terjadi apabila ia harus menghadapi segala sesuatu seorang diri.
Collete meyakini bahwa keadaan psikologi ini marak dirasakan oleh semua perempuan di era modern. Tanpa terkecuali, para ibu millenial dinilai memiliki potensi yang tinggi untuk mengalami kondisi psikologi Cinderella Syndrome, secara khusus, saat Mama sedang hamil.
Ketika Ibu sedang menjalani proses kehamilan, berbagai perubahan kondisi fisik dan emosi tentu akan menjadi salah satu peralihan dari banyaknya wujud transformasi yang ditunjukan sebagai reaksi tubuh dan kondisi psikologi mama.
Salah satunya, Ibu dapat mengalami perubahan emosi di mana Ibu yang semula biasa-biasa saja, tiba-tiba merasa gejolak di mana Ibu sangat membutuhkan sosok Papa sebagai laki-laki yang didambakan untuk menjadi pelindung saat menjalani proses kehamilan.
Alhasil, Mama akan cenderung menunjukkan berbagai sikap yang berlebihan, seperti menuntut kehadiran papa setiap waktu dan selalu ingin dimanja.
Tidak menutup kemungkinan, di saat yang bersamaan, Ibu hamil akan meminta hal-hal yang berlebihan dari Papa. Sebagai akibat, Mama secara nggak langsung telah meletakkan ketergantungan secara penuh pada diri Papa.
Hal ini pada akhirnya membuahkan kondisi psikologi seperti stres dan depresi apabila Mama tidak memperoleh hal-hal tersebut. Tentu, kondisi psikologi yang nggak baik ini sangat memengaruhi proses kehamilan mama secara negatif.