© Shutterstock.com/g/Summerloveee
Istilah open relationship mungkin masih cukup aneh dan belum banyak didengar oleh sebagian orang. Jika diartikan secara harfiah, open relationship sama dengan hubungan yang terbuka. Namun ternyata, pemahaman mengenai open relationship justru lebih dari itu.
Istilah open relationship pertama kali diperkenalkan oleh Nena O'Neill dan George O'Neill, penulis buku Open Marriage yang dirilis pada 1972. Dalam buku tersebut, mereka menjelaskan bahwa open relationship atau open marriage merujuk pada suatu hubungan di mana masing-masing pihak berhak untuk mengembangkan diri.
Open relationship bisa terjadi jika ada kesepakatan dari kedua belah pihak. Berbeda dengan tipe hubungan monogami yang setia pada satu orang, open relationship justru memperbolehkan salah satu atau kedua belah pihak untuk memiliki pasangan lain di luar hubungan yang mereka jalani.
Ada 3 versi open relationship yang sering ditemui pada pasangan-pasangan yang menerapkannya. Pertama, ada pasangan yang memang berkomitmen untuk bersama, tapi memiliki teman kencan di luar hubungan utamanya.
Kedua, ada pasangan yang sah sebagai suami istri, tapi sama-sama memiliki teman kencan di luar hubungan pernikahan dengan referensi seksualitas yang berbeda. Ketiga, ada seseorang yang memang memiliki banyak pasangan, tapi di tempat yang berbeda.
Orang-orang yang menganut sistem open relationship biasanya adalah tipe orang yang menjunjung tinggi kebebasan. Bagi mereka, hubungan monogami hanya akan membelenggu kebebasan yang mereka miliki.
Kendati demikian, bukan berarti mereka nggak bisa memegang komitmen ya. Dengan open relationship, mereka tetap berkomitmen dengan pasangan aslinya, tapi juga bebas menjalin hubungan romansa dengan orang lain.
Meski terkesan bebas dan tidak terikat, para pelaku open relationship biasanya memiliki batasan-batasan yang sudah disepakati untuk dipatuhi bersama. Secara umum, hubungan utama harus tetap dinomorsatukan.
Kejujuran pun tetap diperlukan loh, seperti siapa teman kencan satu sama lain, serta menghindari berkencan dengan teman atau keluarga. Bahkan jika memang sampai melakukan hubungan seksual, tentu harus menggunakan proteksi.
Sebagaimana hubungan monogami, pelaku open relationship pun pasti merasakan kecemburuan terhadap teman kencan pasangannya. Hal ini tentu saja merupakan hal yang wajar, tapi biasanya nggak bertahan dalam wakti yang lama.
Biasanya, untuk mengatasi kecemburuan ini hanya perlu komunikasi dan keterbukaan kedua belah pihak. Dengan membicarakan perasaan masing-masing, kecemburuan bisa segera teratasi.
Sebagaimana yang ditekankan sebelumnya, kebebasan memang ada tapi komitmen dengan pasangan harus tetap dijaga. Itulah sebabnya, pelaku open relationship nggak bisa bertindak lebih jauh dengan hubungan sekundernya.
Jika memang hubungan sekunder dirasa memiliki intensitas dan chemistry yang lebih dari hubungan utama, maka kondisi tersebut harus segera dikomunikasikan untuk mencari jalan tengahnya.
Well, mungkin sedikit membingungkan karena hubungan ini memang nggak lazim terjadi di masyarakat. Namun, semoga ulasan ini bisa menambah wawasan bagi kamu bahwa ada jenis hubungan non-monogami yang bisa terjadi di sekitar kita.