Nggak Cuma Ada di Medsos, Stalker di Dunia Nyata Justru Lebih Nyeremin

Reporter : Firstyo M.D.
Jumat, 18 Juni 2021 14:40
Nggak Cuma Ada di Medsos, Stalker di Dunia Nyata Justru Lebih Nyeremin
Gimana ya caranya menghadapi penguntit yang bikin nggak nyaman?

Pada 13 Agustus 2020 lalu, Ratu Vienny Fitrilya, seorang mantan personel idol group JKT48, mencuitkan sebuah utas tentang dirinya yang diikuti oleh seorang stalker alias penguntit. Vienny bahkan sudah bisa mengidentifikasi dalang penguntitan tersebut karena hal itu tak terjadi hanya sekali.

Dari akun-akun Twitter yang ia sebut namanya, bisa diambil kesimpulan sementara kalau si stalker datang dari kalangan fans sendiri. Momentum ketika itu berdekatan dengan saat Vienny baru lima bulan mundur dari posisinya sebagai member JKT48, posisi yang sudah dia jalani delapan tahun lamanya. Kemungkinan, para fans itu masih ingin bertemu dengan sang idola, yang sayangnya justru membuat idolanya merasa nggak nyaman.

1 dari 6 halaman

Kasus Stalker di Dunia

Kejadian di atas hanyalah satu dari sekian banyak kasus stalking yang mengerikan di dunia hiburan. Salah satu yang paling terkenal adalah kasus kematian John Lennon.

John Lennon

Personel grup band The Beatles itu terbunuh oleh Mark Chapman yang notabene merupakan penggemarnya sendiri. Lewat keterangan yang diungkap dalam sidang, Chapman mengaku telah mempersiapkan pembunuhan tersebut setelah menguntit John Lennon selama berbulan-bulan.

" Aku mempersiapkannya dengan luar biasa. Penguntitannya sudah kupersiapkan dengan matang. Aku datang tiga bulan lebih awal untuk melihat, apakah dia (John Lennon) ada di gedung tersebut?" ungkap Mark Chapman dalam persidangan.

2 dari 6 halaman

Kebiasaan Stalking di Dunia Hiburan

Dunia hiburan memang selalu lekat dengan konsep 'idola' dan 'fans', sebuah label yang dipakai untuk menandai pekarya dengan penikmatnya. Para fans biasanya akan mendukung sang idola untuk bisa terus menghasilkan karya terbaik. Sebagai balasan, idola pun akan menghargai dukungan fans lewat berbagai gestur, mulai melakukan kontak dari atas panggung sampai berinteraksi di media sosial.

Walaupun begitu, ternyata nggak semua fans puas dengan fanservice yang dilakuan sang idola. Beberapa mengharapkan lebih, seperti bisa saling kenal secara personal misalnya. Dalam tahapan ini, seorang fans bisa disebut obsesif.

Ilustrasi fans fanatik

Kultur populer Jepang memiliki sebutan demachi untuk menggambarkan kegiatan seorang fans yang suka berdiam di tempat kegiatan untuk menunggu idolanya pulang. Pertemuan singkat dengan sang idola di momen kepulangan itulah yang diburu oleh para fans ini. Demachi sendiri adalah Bahasa Jepang yang punya arti harfiah 'menanti keberangkatan'.

Sementara itu di ranah K-Pop ada istilah sasaeng fans untuk menyebut para penggemar garis keras yang mati-matian berusaha selalu dekat dengan idolanya. Mereka akan mengejar ke manapun sang idola pergi. Sasaeng fans ada di jalanan sekitar tempat tinggal idola,  bandara, bahkan kalau perlu mereka akan ikut naik ke dalam pesawat bersama idolanya saat mereka sedang melakukan tur.

Kegiatan yang digambarkan dengan istilah-istilah di atas memiliki kecenderungan yang sama untuk menguntit alias stalking. Tindakan yang berpotensi untuk menimbulkan perasaan terganggu.

3 dari 6 halaman

Orang Biasa Juga Bisa Jadi Sasaran

Psikolog klinis Darrah Westrup mendefinisikan stalking sebagai kegiatan berulang yang ditujukan kepada target sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman, terganggu, dan terancam. Meski gangguan penguntit sering dirasakan oleh mereka yang hidup di dunia hiburan, namun hal ini nggak serta merta membuat warga sipil tanpa pamor seperti kita bisa bebas melenggang tanpa khawatir akan adanya ancaman stalker.

Hal ini berdasarkan keterangan dari Lorraine Sheridan, ahli forensik psikologi dari Australia, yang mengungkap dalam jurnal berjudul 'Trauma, Violence, & Abuse' bahwa penguntit bisa datang dari berbagai kalangan.  Selain fans kepada idolanya, penguntitan juga mungkin dilakukan oleh mantan kekasih, kerabat dekat, atau bahkan orang asing sekalipun.

Ilustrasi stalker

Pada dasarnya, seorang stalker biasa menebar teror pada target waktu ia merasa ada keinginannya yang nggak terpenuhi. Fans menguntit idola karena ingin interaksi lebih, seseorang menguntit mantan dan kekasih barunya karena belum rela hubungannya berakhir, orang asing menguntit karena ia ingin berkenalan tapi nggak tahu caranya, dan masih banyak lagi motif di balik penguntitan.

Berdasarkan medianya, perilaku penguntit terbagi dalam dua jenis. Jenis pertama adalah menguntit secara fisik seperti membuntuti, merusak properti, atau menunggu di luar rumah/kantor/sekolah/tempat aktivitas lain.

Sementara itu, jenis kedua muncul lewat berbagai wujud komunikasi yang nggak diinginkan, yang biasanya memanfaatkan teknologi, misalnya lewat panggilan telepon berulang, kiriman surat atau email, serta mention di media sosial.

Di tahap yang lebih parah, para stalker tak hanya membuat korban merasa risih karena terus menerus diikuti, namun juga bisa menimbulkan rasa takut karena adanya ancaman, penyebaran fitnah, dan pengungkapan data pribadi ke khalayak umum.

4 dari 6 halaman

Cara Menghadapi Stalker

Lewat jurnal berjudul 'The Dark Side of Relationship Pursuit: From Attraction to Obsession and Stalking', dua orang ahli komunikasi, William R. Cupach dan Brian H. Spitzberg menjabarkan lima opsi untuk melepaskan diri dari gangguan stalker.

  1. Berinisiatif mendatangi stalker untuk mendengar alasannya, bernegosiasi, atau memintanya berhenti menguntit
  2. Menghindari stalker dengan tujuan membatasi aksesnya kepada kita
  3. Melawan balik stalker lewat ancaman dan serangan (verbal atau nonverbal)
  4. Membekali diri dengan ilmu yang dapat melindungi dari stalker (misal: ikut kelas bela diri)
  5. Mencari bantuan dari pihak lain (teman, saudara, kekasih, tetangga, pihak berwajib)

5 dari 6 halaman

Ilustrasi stalker

Dari lima cara melindungi diri di atas, cara nomor lima adalah yang paling disarankan, apa lagi kalau ancamannya sudah dirasa terlalu mengganggu. Diazens bisa melaporkan perbuatan stalker ke polisi. Meski belum ada pasal yang secara khusus mengatur tentang perbuatan stalker, namun ada beberapa poin yang terkandung dalam Undang-undang Informasi dan Teknologi Elektronik (UU ITE).

Peraturan yang digunakan untuk melindungi korban stalker tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu Pasal 45B UU 19/2016 jo. Pasal 29 UU ITE, dengan bunyi sebagai berikut:

Pasal 29 UU ITE
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi.
 
Pasal 45B UU 19/2016
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal-pasal di atas bisa dimanfaatkan karena dapat melindungi korban dari perbuatan yang mengandung unsur ancaman kekerasan, menakut-nakuti, kekerasan fisik dan psikis, serta kerugian materiil, yang mana hal ini bisa saja terjadi saat kita sedang ada di bawah teror stalker.

6 dari 6 halaman

Punya follower di media sosial rasanya memang menyenangkan, tapi kita harus waspada kalau sampai ada orang yang bener-bener ngikutin kita di kehidupan sehari-hari karena ada kemungkinan kita diteror oleh stalker. Terus waspada ya, Diazens!

Beri Komentar