© Netflix
Hampir semua dari kalian pasti membaca kalimat di atas dengan bernyanyi. Yak, potongan lirik lagu 'Risalah Hati' dari band Dewa 19 di atas memang sudah menjadi anthem untuk para pejuang cinta di luar sana.
Well, di balik balutan nada yang manis dan romantis, sebenarnya potongan lirik di bagian tersebut sedikit menggelitik untuk dibahas. Salah satu kerabat pernah menanggapi potongan lirik tersebut dengan, "Ini gebetannya mau dipelet ya?".
Suasana jatuh cinta memang sudah jadi komoditas empuk untuk dituangkan ke dalam sebuah lagu. Mulai dari jatuh cinta bersambut, jatuh cinta bertepuk sebelah tangan, sampai jatuh cinta yang agak maksa kayak lagu di atas. Perilaku jatuh cinta seperti dalam potongan lirik lagu 'Risalah Hati' bisa digolongkan sebagai tindakan delusional.
Dalam istilah psikologi, tersebut sebuah istilah bernama erotomania untuk menyebut sebuah gangguan delusi di mana seseorang merasa dan percaya bahwa ada orang lain yang jatuh hati kepadanya.
Erotomania disebut juga sebagai sindrom de Clerembaut. Istilah erotomania sendiri diambil dari dua kata dalam bahasa Yunani, yakni eroto yang berasal dari kata eros, berarti cinta, serta mania yang artinya berlebihan.
Sebuah tulisan ilmiah disusun oleh Sampaiao memaparkan beberapa gejala yang umumnya dapat ditemukan dalam diri seorang pengidap erotomania. Pengidap erotomania kerap merasa menangkap sinyal-sinyak asnara yang dianggap dikirimkan oleh orang yang disuka, mulai dari perilaku, ekspresi wajah, serta percakapan.
Perilaku delusional dalam hal asmara seperti ini oleh Sampaiao diasosiasikan dengan berbagai gangguan mental lain seperti schizopernia (34 persen), sindrom depresi (13 persen), bipolar (9 persen), serta paranoia (9 persen).
Gejala paling umum yang terlihat dari seorang pengidap erotomania adalah perilaku stalking, bukan hanya lewat media sosial tapi juga di dunia nyata, dengan kata lain mengintil. Pengidap erotomania juga cenderung persisten dalam mempertahankan keyakinan meskipun orang yang disukai sudah mentah-mentah menolaknya. Alih-alih sadar dan mundur perlahan, mereka justru cenderung denial dan menganggapnya sebagai rasa cinta yang terpendam.
Jika kamu melihat gejala-gejala tersebut dari orang terdekatmu, jangan buru-buru untuk menyuruhnya berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Dalam sebuah ulasan, disebut bahwa seseorang baru bisa disebut sebagai pengidap erotomania setelah menunjukkan gejala delusi secara terus menerus selama kira-kira satu bulan.
Layaknya orang kentut yang tak sadar bau kentutnya sendiri, pengidap erotomania juga umumnya tak sadar akan seberapa mengganggu perilaku mereka. Sembari terus mengamati, cobalah untuk mengajaknya ngobrol dan menyelipkan ajakan halus untuk berhenti melakukan hal tersebut.
Pengidap erotomania biasanya akan bertingkah sangat mengganggu terhadap target cintanya.
Contoh kasus terbarunya sempat dialami oleh mantan member idol group JKT48, Ratu Vienny Fitrilya. Lewat sebuah utas, Vienny mengaku dibuntuti oleh beberapa orang fans. Tak hanya membuntuti, mereka juga mengambil foto secara diam diam bak paparazi. Vienny mencuitkan hal tersebut sebagai bentuk pernyataan atas perasaan tidak nyamannya.
Bagi pemilik akun diblokviny/diblokvienny/pandaimengeluh/mahasiswanilaic/hrhngl48/dst.
Sekali lagi saya peringatkan ini bukan kali pertama anda melakukan kegiatan stalking terhadap saya dan kehidupan pribadi saya baik melalui sosial media hingga sekarang di dunia nyata.
" Saya tidak butuh permintaan maaf. Intinya, saya sudah menyatakan keberatan. Jadi harap berhenti melakukan hal tersebut terhadap saya maupun orang yang berada di sekitar saya," tulis Vienny dalam salah satu cuitan yang menjadi bagian dari utasnya tersebut.
Jatuh cinta memang jadi hak semua orang. Namun selayaknya aturan tak tertulis yang berlaku, jangan sampai hakmu tersebut juga mengganggu hak orang lain. Nggak enak kan kalau kamu jatuh cinta, tapi orang lain malah merasa terganggu?
Jatuh cinta itu biasa saja, tak perlu berlebihan. Tetap pegang teguh logika untuk mengendalikan perasaan.
Jangan sampai deh terjebak dalam jurang delusi. Hiii.