© Shutterstock.com/g/topnatthapon
Isu pernikahan yang terjadi pada anak di bawah umur belum lama ini sedang ramai diperbincangkan. Meskipun ramai karena sinetron, praktik pernikahan anak ini masih terjadi di luar sana.
Padahal anak yang belum cukup umur rentan mengalami ketidaksiapan fisik dan mental untuk menghadapi kehidupan pernikahan. Penting sekali untuk mempersiapkan dengan baik mental sebelum menikah.
Pernikahan anak ini terjadi ketika umur seseorang belum genap mencapai usia 19 tahun saat menikah. Di bawah usia 19 tahun atau masa remaja adalah tahap peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa.
Pada masa peralihan ini, para remaja umumnya belum memiliki kepribadian yang mantap dan kematangan dalam berfikir. Ketidaksiapan tersebut tentu dapat berisiko pada anak dan pernikahan itu sendiri.
Melansir dari Insightme.id, berikut adalah dampak secara psikologis yang bisa ditimbulkan.
Hubungan berinteraksi pasangan dalam rumah tangga setelah menikah di bawah umur kebanyakan terjadi kurang baik. Hal ini karena kesibukan dan sifat masih kekanak-kanakan.
Tak menutup kemungkinan pasangan tidak mampu menjalankan peran masing-masing, baik sebagai suami ataupun istri. Jika dibiarkan, akan berdampak pada kurangnya keharmonisan, seringnya terjadi percekcokan hingga dapat berujung perceraian.
Pelaku pernikahan anak akan lebih menonjolkan sifat keremajaan. Sifat ini bisa seperti egois yang tak stabil, belum memiliki kemampuan yang matang untuk menyelesaikan konflk, hingga belum mampu berfikir matang pada masa depan yang lebh baik. Sifat ini tentu dapat berpengaruh negatif pada perkembangan psikologis keturunannya jika menjadi orang tua.
Ketidakpastian pasangan yang menikah di bawah umur dalam kehidupan pernikahan juga akan berpengaruh pada keluarga asal pasangan. Keluarga asal seringkali akan ikut campur dalam permasalahan keluarga, sehingga menimbulkan konflik antar keluarga.
Idealnya, ketika keluarga baru terbentuk, keluarga tersebut dapat membuat keputusan matang secara mandiri. Jika pasangan masih di bawah umur, ada kemungkinan meminta bantuan kepada keluarga asal dalam penyelesaian masalah rumah tangga.
Selain siap secara umur, penting juga untuk memperhatikan kesiapan diri dalam hal mental ya Diazens. Jangan keburu nikah apalagi mendengar omongan orang lain begitu saja ya.
Kamu yang akan merasakan suka duka kehidupan pernikahan, bukan orang lain. Jadi, alangkah baiknya bisa difikirkan lagi lebih mendalam perihal keputusanmu menikah. Semoga menginspirasi.