Seberapa Jauh Seorang Istri Boleh Ikut Campur Urusan Pekerjaan Suami?

Reporter : Yayuk Harini
Selasa, 27 April 2021 17:00
Seberapa Jauh Seorang Istri Boleh Ikut Campur Urusan Pekerjaan Suami?
Sebenarnya, seberapa jauh kah seorang istri bia ikut campur urusan kerjaan suami?

Menghadapi prahara rumah tangga terbilang sangatlah kompleks. Banyak sekali urusan-urusan yang harus diselesaikan baik itu urusan pribadi, suami, anak, hingga pekerjaan. Tentu, berbagai macam kepentingan tersebut harus dilakukan seimbang. Tujuannya adalah tak lain dan tak bukan untuk kesejahteraan keluarga.

Tak pelak, terkadang tanpa disadari kita sebagai seorang istri bisa melakukan banyak hal termasuk terjun langsung dalam urusan pekerjaan suami. Tak sedikit pula, dengan keterlibatan kita untuk membantu suami ini bisa saja salah pemahaman. Bukannya begitu, maksud hati ingin merinagnkan pekerjaan suami, namun malah kita tak tahu batas dan membuat timbulnya masalah baru.

1 dari 3 halaman

Lalu, bagaimana sebaiknya istri bersikap?

Sebagai seorang istri, mengetahui pekerjaan suaminya tentu tidak mengapa bukan? Tapi, apakah istri berhak ikut campur dalam urusan suami, khususnya pekerjaan di luar rumah?

Ilustrasi Pasangan Posesif

Memang benar bahwa kehidupan rumah tangga dibangun atas dasar saling mencintai, menyayangi serta tolong menolong di antara suami istri. Setiap pasangan hendaknya berupaya untuk membahagiakan pasangannya, baik dengan perkataan maupun perbuatan.

2 dari 3 halaman

Apabila salah satunya melihat suatu kesalahan yang tampak pada pasangannya, maka pintu untuk saling menasihati terbuka lebar. Namun perlu digaris bawahi, ketika menasihati hindarilah kata-kata yang menyakitkan atau menasihati di depan umum. Apabila salah satu pihak melakukan kesalahan, hendaknya pihak lain menolong dengan memberi saran dan masukan serta mendoakannya.

3 dari 3 halaman

Bagaimana batasan yang harus dibuat?

Adapun celaan dengan kata-kata yang tidak enak akan lebih banyak merusak daripada memperbaiki. Istri hendaknya sadar bahwa posisinya hanyalah sebagai pemberi nasihat, bukan pemberi perintah.

Sebab, musyawarah hanya bersifat masukan, bukan perintah. Bila suami menerima pendapatnya, maka berbahagialah. Namun jika tidak, hendaknya ia menahan diri dan membantunya dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

Semoga membantu ya!

 

Beri Komentar