© Youtube.com / CGTN
Sepanjang akhir tahun 2019 hingga awal 2020 ini, kasus perceraian di Cina mengalami peningkatan.
Dilansir dari Hindustan Times via Liputan6.com, pada Februari lalu saja sebanyak lebih dari 300 pasangan telah menjadwalkan untuk bercerai.
"Tingkat perceraian telah melonjak dibandingkan sebelumnya," ujar Lu Shijun, manajer pendaftaran pernikahan di Dazhou, Provinsi Sichuan, Cina.
Di saat yang bersamaan, pandemi COVID-19 sedang terjadi. Entah apakah ada kaitan langsung, yang jelas keduanya terjadi di rentang waktu yang sama.
Disinyalir terlalu lama berada di karantina menjadi salah satu penyebab tingginya angka perceraian di masa pandemi ini.
"Kaum muda menghabiskan banyak waktu di rumah. Mereka cenderung masuk ke perdebatan sengit karena sesuatu yang kecil dan terburu-buru untuk bercerai," lanjut Lu Shijun.
Masa karantina membawa efek menekan bagi beberapa orang. Hal ini lah yang dirasakan pasangan dalam pernikahan. Intensitas interaksi yang lebih tinggi dari biasa serta rasa tertekan cenderung memunculkan tindakan yang gegabah.
Pendapat lain muncul dari Amanda Rimmer, seorang pengacara perceraian asal Inggris. Baginya perceraian di masa karantina adalah hal yang wajar. Kok gitu?
" Beberapa pasangan sering dihadapkan pada masalah serius yang seharusnya perlu dibahas lebih mendalam, namun tidak pernah sempat karena kesibukan masing-masing. Masa karantina membuat mereka lebih sering berinteraksi sehingga menjadi waktu yang tepat bagi mereka untuk kemudian mengevaluasi hubungan tersebut. Tidak mengherankan angka perceraian meningkat," tutur Amanda seperti dilansir dari Evening Standard.
Tentu tidak ada satu pasangan pun yang ingin berpisah, apalagi kalau alasannya karena terlalu sering ketemu. Hei, ini pernikahan, bukan lagi pacaran ala anak muda yang bosen sedikit langsung putus.
Untuk menjaga keutuhan hubungan, keseimbangan hubungan tetap perlu untuk diterapkan. Karena sejatinya, hubungan dengan pasangan dalam pernikahan multi-dimensional. Pasangan bisa mengemban banyak peran, begitu juga kamu.
" Ada waktu yang dihabiskan sebagai teman, keluarga, dan juga sebagai pasangan romantis. Bahkan ada juga waktu terpisah untuk dihabiskan sendiri-sendiri," tulis Rob Pascale dan Lou Primavera Ph.D dalam sebuah penelitian yang dimuat oleh Psychology Today.
Walaupun berduaan terus dengan pasangan selama masa karantina, kamu tetap boleh melakukan kegiatanmu sendiri, seperti bekerja misalnya. Toh pisahnya untuk sementara atas alasan kewajiban.
Daripada nempel berduaan terus, tapi kemudian pisah untuk selamanya kan?