© Vice.com
Tato memang lumrah di kalangan orang barat. Bahkan di dalam penjara pun kadang mereka juga banyak akal jika ingin punya tato baru. Para napi biasanya menggunakan mesin cukur atau pemutar CD, lalu menempelkannya ke pulpen dan memasukan jaruh jahit ke dalamnya. Setelah itu, kulit ditusuk berulang kali sampai membentuk tato. Bahkan, mereka juga menggunakan tinta dari bahan-bahan seadanya yang tentu saja sangat berbahaya seperti plastik botol sabun yang dicairkan dan membiarkannya menguap sampai meninggalkan warna. Yang lebih mengerikan lagi, ada juga yang mengaduk abu rokok dengan ludah dan air.
Hmm, terlihat seram dan cukup berbahaya, ya. Tapi gimana lagi, kan nggak ada studio tato.
Dikutip dari Vice, petugas klinik penjara, Mike Conrath mengatakan bahwa ia sangat khawatir dengan dampak yang akan terjadi jika menggunakan tato yang tidak aman. Seperti, risiko tinggi penularan HIV, Hepatitis dan TBC.
Khawatir dengan hal itu, Conrath dan kawan-kawannya memutuskan untuk membuka studio tato di dalam penjara yang bernama Inmates Tatoo. Proyek ini memakan biaya sekitar 50 ribu euro atau sekitar Rp 741 juta. Akhirnya ia menemukan seniman-seniman tato yang antusias dengan proyek mereka. Dengan begini, risiko penularan penyakit berbahaya akan dapat dikurangi.
Lalu pada Februari 2017 para napi Scharssig mulai mendapat pelatihan dasar mempelajari jenis-jenis penyakit yang dapat ditularkan karena tato sembarangan. Ia juga menyosialisasikan cara menjaga studio tato agar tetap bersih.
Conrath juga tidak main-main dalam mengurus studio ini. Karena napi lebih mudah sakit, Conrath memastikan peralatannya selalu terbungkus plastik dan membersihkannya dua kali.
Sejak dibuka pada April 2017 lalu, studio dibanjiri pesanan. pada akhir 2018 sudah ada 140 napi dari Penjara Schrassig yang membuat tato di sana.
Keren ya yang dilakukan oleh Conrath ini. Meskipun di penjara, tapi punya kualitas studio tato yang bersih dan menghindarkan dari penularan penyakit yang berbahaya. Semoga juga bisa diterapkan di negara-negara lain ya.