Pesona Permainan Ayunan Tradisional Bali yang Hanya Bisa Dinaiki Oleh Para Remaja Perempuan

Reporter : Nasa
Senin, 23 November 2020 09:58
Pesona Permainan Ayunan Tradisional Bali yang Hanya Bisa Dinaiki Oleh Para Remaja Perempuan
Ini bukan sembarang ayunan

Kalau untuk soal kelestarian adat, tradisi, dan budaya, Bali bisa dibilang jadi juaranya. Pulau Dewata ini bisa dibilang masih belum tergantikan kalau urusan mempertahankan akar tradisi peninggalan leluhur.

Kalau kamu bertandang ke Bali, kamu bakal menemui sejumlah lokasi yang bisa dibilang tak tergerus modernisasi. Salah satunya ada di Desa Tenganan ini. Sebuah desa yang bahkan di sebut sebagai lorong waktu ke masa lalu.

Gimana gak coba, soalnya di sana masih menerapkan aturan dan tradisi adat. Jadi kamu bakal menemui rumah-rumah masyarakat setempat yang dibangun dengan menyesuaikan tradisi tata letak bangunan berdasar aturan adat.

Selain pemukiman yang masih mematuhi dan menerapkan aturan tradisi adat, Desa Tenganan juga dikenal dengan dua tradisi unik. Namanya adalah tradisi ayunan dan tradisi Makare-kare (Perang Pandan).

1 dari 2 halaman

Remaja Laki-Laki Lakukan Perang Pandan

Tradisi ayunan dan Perang Pandan Desa Tenganan

Tradisi unik ayunan tradisional dan Perang Pandan ini masih terus dilestarikan sampai sekarang oleh masyarakat Desa Tenganan. Menurut info dari laman Guideku, kedua tradisi tersebut sejatinya adalah simbol kedewasaan bagi remaja di Desa Tenganan.

Tradisi Perang Pandan dilakukan oleh remaja laki-laki. Perang Pandan ini adalah tradisi yang terus dilakukan sebagai bentuk penghormatan penduduk Desa Tenganan kepada Dewa Perang. Setelah melakukan tradisi Perang Pandan, barulah dilanjutkan dengan ayunan.

Kalau tradisi ayunan ini dilakukan setelah tradisi Perang Pandan Selesai. Ayunan tradisional di Desa Tenganan Bali ini tak seperti bentuk ayunan pada umumnya. Bentuknya justru lebih mirip dengan biang lala yang terbuat dari kayu.

2 dari 2 halaman

Remaja Perempuan Naik Ayunan

Tradisi ayunan dan Perang Pandan Desa Tenganan

Nah ayunan tradisional yang mirip biang lala tersebut lazimnya akan dinaiki oleh setidaknya 8 remaja Desa Tenganan. Para remaja perempuan yang menaiki ayunan tradisional tersebut biasa disebut sebagai Daha.

Menariknya, para Daha mengenakan pakaian tradisional Bali yang sangat antik dan anggun. Kemudian laju ayunan didorong oleh para remaja laki-laki yang memanjat di sisi-sisi tiang ayunan. Baik itu sebelah kanan dan juga sebelah kiri.

Kalau kamu ingin berkesempatan melihat pesona kedua tradisi tersebut secara langsung, kamu harus bertandang ke Desa Tenganan pada Mei atau Juni ya. Soalnya tradisi tersebut hanya diselenggarakan pada bulan ke-5 kalender Tenganan.

Boleh banget nih dimasukin list kunjungan wisata kamu tahun depan guys.

Beri Komentar